Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Junimart Girsang menanggapi kepopularitasan pihaknya yang disinggung Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie. MKD dinilai dengan cepat menyita perhatian masyarakat karena menangani perkara etika bekas Ketua DPR Setya Novanto.
DKPP dan MKD memiliki tugas yang sama, yakni menerima pengaduan dan laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik. Perbedaannya adalah DKPP menangani penyelenggara pemilu seperti Bawaslu dan KPU. Sementara MKD menangani dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPR RI.
"DKPP bagus. Bukan seperti kami di DPR, genit. TV ada terus di sana. Sementara DKPP undang dulu kalau (media) mau datang," ujar Junimart Girsang di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (28/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama menangani perkara Setya, MKD memang menjadi pusat perhatian masyarakat. Hal itu terlihat dari ramainya awak media yang "berjaga" dan puluhan pengamanan dalam (Pamdal) DPR yang bersiaga di depan ruang sidang MKD.
Meskipun sejumlah orang bangga menyidangkan perkara pimpinan dewan tersebut, Junimart mengaku tidak bangga menangani perkara dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. Dia menilai anggota MKD tidak bekerja dengan etika. Melainkan bekerja atas dasar kepentingan.
Sebagai contoh, digantinya sejumlah anggota MKD di proses persidangan perkara etik Setya Novanto. Seperti masuknya Kahar Muzakir, Ridwan Bae dan Adies Kadir sebagai perwakilan Partai Golkar. Digantinya perwakilan PPP Zainut Tauhid dengan Dimyati Natakusumah.
Pergantian pemain bahkan masih terjadi jelang sidang pengambilan keputusan perkara etik Setya. Dinonaktifkannya Politikus Partai NasDem Akbar Faisal dan digantikan Viktor Laiskodat. Kemudian, masuknya Politikus PKB Maman Imanulhaq menggantikan Acep Dadang Ruhiyat.
Sementara, dia menilai hal itu tidak terjadi di DKPP. Karenanya, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini meyakini DKPP masih bekerja dengan mengedepankan etika dan tidak memiliki kepentingan seperti di MKD.
"Karena tidak mandiri dan tidak punya eksistensi kami yang duduk disana tidak bedasarkan etika. Kami bisa sewaktu-waktu diganti. Ini tidak terjadi di DKPP," katanya.
(obs)