Pasutri Penyuap Akil Mochtar Dituntut 4 dan 6 Tahun Penjara

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Senin, 28 Des 2015 23:37 WIB
Jaksa KPK Menuntut terdakwa pasangan suami istri penyuap Akil Mochtar masing-masing 6 dan 4 tahun penjara.
Penyuap Akil Mochtar dituntut 6 tahun penjara (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/a)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Iskandar Marwanto menuntut terdakwa penyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, Budi Antoni Aljufri, dengan hukuman 6 tahun dan istrinya, Suzanna, dengan hukuman 4 tahun penjara. Selain itu keduanya juga dikenakan denda masing-masing Rp200 juta.

Selain itu, khusus untuk Budi, jaksa juga menuntut hakim untuk mencabut hak dipilih selama 7 tahun sejak masa tahanan berakhir.

Jaksa Iskandar Marwanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (28/12), menyimpulkan  para terdakwa terbukti secara sah melanggar dua dakwaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertama, keduanya didakwa menyuap Akil senilai Rp15 miliar untuk memuluskan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Empat Lawang. Dakwaan sesuai dengan pasal 6 ayat 1 junto Pasal 55 ayat 1 junto Pasal 64 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.   

Kedua, pasangan didakwa memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi. Dakwaan sesuai dengan pasal 22 ayat 1 junto Pasal 35 junto Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

"Para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam penangkalan tindak pidana korupsi," kata Iskandar membacakan unsur-unsur yang memberatkan Budi dan Suzanna.

Selain itu, kedua terdakwa juga dinilai tidak memberikan contoh yang baik untuk masyarakat. Belum lagi, mereka juga dinilai tidak melaksanakan pemilihan umum yang jujur dan adil.

Sementara itu, hal yang meringankan tuntutan di antaranya adalah sikap kooperatif dan sopan yang ditunjukkan para terdakwa semasa persidangan.

"Para terdakwa (juga) mengakui dan menyesali perbuatannya," kata Iskandar.

Selain itu, kedua pasangan suami istri masih mempunyai tanggungjawab membesarkan anak dan belum pernah dihukum sebelumnya.

Walau demikian, permohonan keduanya  untuk dijadikan sebagai justice collaborator tidak bisa dipenuhi. Alasannya, mereka dinilai terbukti sebagai pelaku utama dan berstatus sebagai terdakwa, bukan saksi.

"Permohonan itu hanya bisa dijadikan unsur-unsur yang meringankan," kata Iskandar.

Keluarga dan kerabat kedua terdakwa yang memenuhi ruangan sidang langsung tertunduk mendengar tuntutan jaksa. Beberapa di antaranya terdengar terisak.

Terdakwa tidak memberikan tanggapan apa-apa kepada wartawan. Bahkan, sempat terjadi cekcok antara keluarga dan wartawan yang hendak mengambil gambar.

Kasus ini berawal dari komunikasi antara terdakwa dan Akil yang terjalin melalui seorang perantara bernama Muhtar Efendy.

Berkas tuntutan terhadap para terdakwa dirumuskan berdasarkan kesaksian saat sidang. Keterangan saksi dan terdakwa dibongkar di meja hijau.

Dalam sidang, Akil enggan mengaku menerima uang. Pernyataannya justru sempat membuat geram hakim ketua sidang untuk terdakwa Budi, Hakim Supriyono.

Pada akhir bulan Juni 2013, Muhtar menyampaikan permintaan Akil menggunakan istilah 10 pempek yang berarti uang Rp10 miliar. Budi yang khawatir tak bakal menang di MK akhirnya menyanggupi pemberian uang ke Akil. Namun, Akil membantah dakwaan tersebut.

Kedekatan Muhtar dan Akil bermula saat Akil memesan atribut kampanye saat mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Kalimantan Barat pada tahun 2007 silam. Akil sempat berhutang dan menagihnya.

Selanjutnya pada tanggal 5 Juli 2013, sekitar pagi hari, Muhtar menghubungi Kepala Bank BPD Kalbar Cabang Jakarta Iwan Sutaryadi akan menitipkan uang dari Budi yang diantar oleh Suzana yang terbungkus dua koper.

Kemudian, pada 17 Juli 2013, Muhtar mengambil duit Rp 5 miliar dan US$ 500 ribu dari Bank Kalbar. Uang pun diantarkan ke rumah dinas Akil di kawasan Jakarta Selatan. Sementara itu, sisanya senilai Rp 5 miliar telah dikirimkan Iwan ke rekening Muhtar.

Setelah proses transaksi suap, pada tanggal 31 Juli 2013, majelis hakim MK membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang yang memenangkan Joncik Muhammad dan Ali Halimi. Majelis hakim yang diketuai Akil Mochtar ini memutuskan pemenang yang sah adalah Budi Antoni Aljufri dan Syahril Hanafiah.

MK memutuskan Budi Antoni dan Syahril meraup 63.027 suara sah. Sementara Joncik dan Ali hanya mengantongi 62.051 suara. Pasangan lainnya, Syamsul Bahri dan Ahmad Fahruruzam sebanyak 3.456 suara. (tyo)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER