Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkenal dengan gayanya yang emosional. Tak jarang, sikap itu membuat sang Gubernur memiliki musuh dari berbagai penjuru mata angin, sejak pertama kali dilantik pada November 2014 hingga saat ini.
Berikut rentetan perseteruan Ahok dengan instansi atau individu sepanjang tahun ini.
1. Mengesahkan APBD 2015 menggunakan Peraturan Gubernur
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah dimulai saat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI. Saat itu Pemprov menuding DPRD memanipulasi anggaran hingga muncullah anggaran siluman.
Tak terima, DPRD lantas menyerang Ahok dengan mengatakan draf APBD 2015 yang diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri bukan hasil pembahasan di Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta.
APBD 2015 Jakarta bulan Maret itu tak kunjung disahkan. DPRD hampir menggunakan hak angket untuk memakzulkan Ahok dari posisi gubernur.
Ahok akhirnya menggunakan kuasanya sebagai Gubernur Jakarta dan mengeluarkan Peraturan Gubernur untuk mengesahkan APBD 2015.
Itu kali pertama dalam sejarah Jakarta, APBD disahkan melalui Pergub. Biasanya APBD selalu disahkan menggunakan Peraturan Daerah. Total anggaran APBD 2015 adalah Rp69,28 triliun.
2. Kasus UPS dan perseteruan Ahok dengan LulungKasus
Uninterruptable Power Supply menyeruak setelah Pemprov DKI Jakarta menemukan kejanggalan dalam alokasi anggaran pada APBD 2014. Saat itu alokasi APBD untuk pengadaan alat UPS mencapai Rp12,1 triliun.
Keanehan makin terlihat saat salah satu pemenang tender pengadaan UPS nyatanya hanya sebuah ruko yang menyediakan jasa fotokopi. Pemprov pun menuding DPRD, khususnya Komisi E, sebagai biang kemunculan dana siluman pengadaan UPS tersebut.
Sorotan lantas tertuju pada Wakil Ketua DPRD Abraham ‘Lulung’ Lunggana yang saat APBD 2014 berlaku masih menjabat sebagai Koordinator Komisi E. Tapi di luar dugaan, Lulung justru menjadi orang yang melaporkan kasus tersebut ke Badan Reserse Kriminal Polri.
 Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham 'Lulung' Lunggana bak menjadi seteru 'abadi' Ahok. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Lulung mengklaim tak terlibat dalam kasus UPS tersebut. Dia malah menuding Ahok sebagai dalang sebenarnya dalam kasus itu.
Pada titik ini perseteruan antara Ahok dan Lulung mulai panas. Perang kata-kata antara keduanya menghiasi media-media selama kasus UPS tersebut berada di tahap penyelidikan, Maret sampai April.
Hingga akhirnya Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Alex Usman, Fahmi Zulfikar, Zaenal Soleman, dan Firmansyah sebagai tersangka kasus tersebut, barulah perseteruan antara Ahok dan Lulung reda.
Meski begitu keduanya bak menyimpan bara dalam sekam. Sampai sekarang, perang kata-kata masih sering terjadi antara Ahok dan Lulung.
3. Rusuh relokasi Kampung PuloBanjir yang tak pernah lepas dari Jakarta jadi alasan Ahok melakukan relokasi bagi warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung, salah satunya di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Agustus.
Sebenarnya rencana relokasi bukan keputusan Ahok belaka, melainkan sudah dirancang sejak Ahok masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta dan Jokowi masih menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Dengan relokasi tersebut, Jokowi dan Ahok berharap agar warga yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung bisa pindah ke rumah susun dan tak perlu lagi menghadapi banjir tiap tahun. Pun agar normalisasi Sungai Ciliwung bisa dilakukan lebih mudah.
Namun faktanya warga Ciliwung tak bisa ‘ditaklukkan’ dengan mudah. Kerusuhan pecah selama sehari penuh di Kampung Pulo. Warga yang menolak relokasi tak sungkan melawan alat-alat berat yang dibawa oleh Pemprov Jakarta.
Adu jotos dan saling lempar antara warga dan aparat gabungan yang terdiri atas polisi, TNI, hingga Satuan Polisi Pamong Praja, tak terhindarkan. Sepanjang hari itu, Kamis (20/8), kerusuhan berlangsung sejak pagi hingga sore.
 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan penggusuran Kampung Pulo hingga 1,8 kilometer, dan menyiapkan Rusunawa Jatinegara Barat bagi warga terdampak. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Kerusuhan baru mulai reda saat Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian, Wakil Gubenur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, dan sejumlah anggota DPRD DKI datang langsung ke lokasi.
Tak ada korban jiwa dalam kerusuhan itu. Namun sejumlah elemen masyarakat terluka. Beberapa alat berat milik Pemprov pun dibakar warga yang sudah sangat emosi.
Simak berikutnya:
Jakarta-Bekasi Tegang gara-gara Sampah Bantargebang
4. Kasus RS Sumber Waras
Kasus Rumah Sakit Sumber Waras mulai terkuak saat Badan Pemeriksa Keuangan DKI Jakarta mengeluarkan audit yang menyatakan ada mekanisme tak wajar saat Pemprov membeli lahan yayasan Sumber Waras tersebut. Mekanisme tak wajar itu tercantum dalam APBD 2014, sama seperti kasus pengadaan UPS.
Ahok dituding melakukan mekanisme penilaian tak wajar saat menentukan harga beli tanah tersebut. Data BPK menyebutkan Pemprov merugi Rp191 miliar akibat membeli lahan seluas 3,7 hektare itu.
BPK juga menemukan perbedaan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada lahan di sekitar RS Sumber Waras, yakni di Jalan Tomang Utara, dengan lahan rumah sakit itu sendiri berada di Jalan Kyai Tapa.
 Bangunan rawat inap RS Wumber Waras. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Audit BPK Jakarta soal Sumber Waras dianggap Ahok sebagai langkah tendensius yang dilakukan oleh Kepala BPK Jakarta Efdinal. Ahok menuduh Efdinal ingin menjatuhkan dia.
Perseteruan baru antara Ahok dengan instansi pemerintah pun kembali bergulir.
Seakan hendak menengahi, Komisi Pemberantasan Korupsi meminta BPK Pusat untuk melakukan audit investigasi terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras, dan salah satu cata investigasi itu ialah dengan meminta keterangan dari Ahok.
Ahok memenuhi undangan BPK untuk dimintai keterangan. Namun ketegangan kembali muncul saat permintaan Ahok agar pemeriksaannya dilakukan secara terbuka tak diamini oleh BPK.
Kekesalan Ahok terhadap BPK diperlihatkan dengan menunjukkan sikap sebaliknya. Saat memberikan keterangan di Gedung BPK dan di kantornya Balai Kota DKI Jakarta, Ahok tak henti-hentinya memuji kinerja para auditor BPK.
Namun keesokan harinya saat Ahok ditanya mengenai pemeriksaan itu di Balai Kota DKI Jakarta, dia langsung naik pitam dan kembali memaki-maki BPK.
Singkat cerita, BPK akhirnya menyerahkan hasil audit investigasi ke KPK untuk ditindaklanjuti. Namun masalah tak selesai di situ. Isu bahwa Ahok akan menjadi tersangka kasus Sumber Waras menyeruak pasca-audit investigasi diterima KPK.
Ahok pun langsung menantang KPK untuk benar-benar menindaklanjuti kasus tersebut. Dia mengklaim tak bersalah dan menyebut KPK melakukan kriminalisasi jika sampai menetapkan dia sebagai tersangka.
Hingga kini belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Sumber Waras.
5. Jakarta-Bekasi Tegang gara-gara sampah Bantargebang
Berton-ton sampah dari seluruh penjuru DKI Jakarta selalu dibuang ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang yang terletak di Bekasi, Jawa Barat. Namun Oktober, Bantargebang mendadak enggan menerima sampah dari Jakarta.
DPRD Kota Bekasi menuding Ahok telah melanggar perjanjian perihal pengiriman sampah dari Jakarta ke Bantargebang. Hubungan Ahok dengan DPRD Bekasi pun jadi tegang.
Apalagi ditambah niat DPRD Bekasi memanggil Ahok terkait pelanggaran perjanjian kerja sama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan TPST Bantargebang yang diteken Pemkot Bekasi, Pemprov Jakarta, dan PT Godang Tua Jaya selaku pengelola Bantargebang.
Pelanggaran yang dituduhkan kepada Ahok adalah pengangkutan sampah oleh truk yang dilakukan di luar jam operasional, mekanisme penyetoran tipping fee, hingga muatan sampah yang dibuang berlebih.
Mendengar hal itu, Ahok berang dan balik menantang DPRD Bekasi untuk benar-benar menutup akses truk sampah menuju Bantargebang. Tantangan Ahok diterima.
Puluhan truk pengangkut sampah dari Jakarta menuju Bekasi yang melalui kawasan Cileungsi, Bogor, dicegat warga yang menolak kawasannya dilalui truk sampah. Alasan warga saat itu adalah bau tak sedap dari truk sampah mengganggu aktivitas warga.
Awal November, setidaknya ada 500 truk sampah yang dihadang oleh 150 orang warga. Aksi tersebut terjadi sejak pagi hingga malam hari. Buntutnya, Ahok kembali marah dan menuding ada oknum DPRD Bekasi di belakang penghadangan tersebut.
Tak hanya menyalahkan DPRD DKI, Ahok pun menyalahkan PT Godang Tua yang dianggap tak becus dalam mengelola Bantargebang hingga membuat sampah-sampah di sana menumpuk terbengkalai.
Tak tahan dengan kinerja PT Godang Tua Jaya, Ahok pun memutuskan kontrak. Dia juga berencana membangun tempat pembuangan sampah terpadu yang lebih modern di Jakarta agar sampah Jakarta tak perlu lagi singgah ke wilayah tetangga.
 Tumpukan sampah di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. (CNN Indonesia/Eky Wahyudi) |
Konflik Bantargebang baru usai setelah akhirnya Pemkot Bekasi bertamu ke Balai Kota DKI Jakarta untuk bertemu Ahok. Saat itu Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi datang langsung bertemu sang Gubernur.
Dari pertemuan itu disepakatilah empat butir perubahan dalam perjanjian yang sebelumnya pernah ditandatangani bersama. Perubahan itu antara lain terkait jam operasional truk yang sebelumnya hanya boleh membawa sampah dari pukul 21.00-05.00 menjadi 24 jam, dan perubahan rute yang dilalui truk-truk salah satunya melalui jalan tol.
Simak berikutnya: Ahok Dituntut Rp100 Miliar
6. Pengesahan APBD yang Nyaris Terlambat
Saat APBD 2015 belum dirasakan masyarakat, Pemprov Jakarta sudah disibukkan dengan persiapan APBD 2016. Enggan kecolongan seperti APBD 2015, Pemprov bergerak cepat.
Namun hingga pertengahan November 2015, pembahasan Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016 di Badan Anggaran DPRD sudah berjalan dua bulan sampai akhirnya Ahok memutuskan menarik KUA-PPAS tersebut karena merasa ada kesalahan dan banyak anggaran tidak jelas di dalamnya.
Menurut Ahok, banyak anak buahnya yang belum mengerti soal penyusunan anggaran hingga akhirnya banyak anggaran terlalu besar. Penyusunan bahkan amburadul. Akibatnya Ahok mengundang semua kepala dinas serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memperbaiki KUA-PPAS tersebut.
Ahok menghabiskan 11 hari dari pukul 08.00 sampai 24.00 WIB setiap harinya untuk menyelesaikan KUA-PPAS ‘revisi’ tersebut. Sayangnya keputusan revisi KUA-PPAS itu membuat pengesahan KUA-PPAS menjadi Rancangan APBD, tertunda.
Revisi juga membuat pengesahan APBD yang seharusnya sudah disahkan pada 30 November secara otomatis tertunda. Pada tanggal itu, KUA-PPAS edisi revisi baru diserahkan ke DPRD.
Untungnya karena penyusunan KUA-PPAS yang baru sudah seperti APBD, maka pembahasan yang dilakukan tak perlu memakan waktu lama.
Selain itu DPRD dan Pemprov DKI juga kompak selama melakukan pembahasan di Banggar. Kondisi tersebut berbeda 180 derajat dengan saat proses penyusunan APBD 2015.
Akhirnya tepat pada 23 Desember, rapat paripurna DPRD memutuskan untuk menerima Rancangan Peraturan Daerah APBD 2016 untuk selanjutnya disahkan dan dilimpahkan ke Kementerian Dalam Negeri.
Raperda APBD 2016 tersebut hingga kini masih di tangan Kemendagri untuk dievaluasi sebelum bisa digunakan oleh Pemprov DKI Jakarta guna menjalankan program-programnya.
Lantaran pengesahan APBD 2016 tersebut mengalami keterlambatan, maka evaluasi oleh Kemendagri pun berpotensi terlambat. Namun Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan berusaha agar evaluasi bisa selesai sebelum 31 Desember agar anggaran sudah bisa digunakan tahun depan.
7. Opera Metromini-Transjakarta-Kopaja
Kecelakaan Metromini dan commuter line Jabodetabek lantaran sopir Metromini menerobos palang perlintasan kereta yang menyebabkan belasan orang tewas, disusul aksi ugal-ugalan Metromini yang menewaskan pejalan kaki, membuah Ahok kehabisan kesabaran.
Ahok mengumumkan akan menghapus Metromini dan Kopaja yang bobrok dan menggantinya dengan bus-bus model baru yang lebih manusiawi.
Sayangnya keinginan tersebut tak mudah direalisasikan karena tawaran Pemprov agar pengelola Metromini dan Kopaja bergabung dengan PT Transjakarta, belum diterima.
Padahal jika bergabung dengan Transjakarta, sopir akan digaji dua kali upah minimum provinsi, dan tak perlu mengejar setoran sembari menunggu penumpang.
Amarah Ahok terpicu lagi karena menurutnya PT Transjakarta belum bisa menampilkan performa yang bisa menyalip popularitas bus-bus lama tersebut. Ahok kerap menyindir Direktur Utama PT Transjakarta yang dianggap tidak bekerja.
Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta kemudian menindak bus-bus uzur di ibu kota. Ratusan bus disita karena berhenti sembarangan, buku KIR-nya palsu, dan dikendarai ugal-ugalan.
 Bus-bus Metromini yang terkena razia Dinas Perhubungan DKI Jakarta dikandangkan di Rawa Buaya, Jakarta Barat, Minggu (20/12). (ANTARA/M Ali Wafa) |
Tindakan tegas Dishub DKI Jakarta merazia bus reyot akhirnya membuat pengelola Kopaja angkat tangan dan bersedia bergabung dengan PT Transjakarta.
Pada 22 Desember, sebanyak 320 bus hasil integrasi Kopaja dan PT Transjakarta diresmikan oleh Wagub Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Bus-bus baru berwarna biru-putih tersebut dinamakan feeder Transjakarta dan ditulisi serta digambari lambang Transjakarta, serta dikemudikan para sopir yang sebelumnya bekerja pada bus Kopaja lama.
Keputusan Kopaja bergabung dengan Transjakarta tak diikuti oleh para pemilik bus Metromini. Bukannya bergabung, mereka malah menggelar aksi mogok beroperasi karena merasa diperlakukan tidak adil.
Aksi mogok itu tak terlalu dipedulikan Ahok. Dia berkata jadi tak perlu membuang tenaga untuk menindak bus-bus Metromini yang tak layak jalan.
8. Dituntut Rp100 miliar oleh seorang ibu
Yusri Isnaeni, perempuan berusia 32 tahun, menuntut Ahok Rp100 miliar karena tak terima disebut maling oleh sang Gubernur.
Peristiwa bermula saat Yusri pergi ke Kantor DPRD DKI Jakarta bersama sejumlah teman organisasinya di Gerakan Masyarakat Peduli Antinarkoba untuk bertanya mengenai Kartu Jakarta Pintar.
Yusri rupanya mencairkan dana KJP lantaran tak bisa membeli perlengkapan sekolah anaknya dengan kartu itu di kios Pasar Koja Baru, Jakarta Utara, November. Penjaga toko beralasan, sistem KJP sedang offline sehingga kartu tak bisa digunakan.
Lima hari berturut-turut sistem KJP disebut offline, Yusri merasa terdesak dan akhirnya menerima tawaran seorang calo untuk mencairkan dana KJP agar bisa membeli seragam dan sepatu putrinya dengan uang tunai.
 Yusri Isnaeni, ibu rumah tangga 32 tahun yang menggugat Ahok Rp100 miliar. (CNN Indonesia/Lalu Rahadian) |
"Saya pergi ke Komisi E bidang pendidikan untuk menanyakan bagaimana sebenarnya mekanisme pemakaian KJP ini. Sampai di sana ternyata ada rapat yang dihadiri Pak Ahok. Saat Ahok keluar, saya izin bertanya. Tapi ternyata dengan lantang Pak Ahok menuding saya dengan kata-kata maling," ujar Yusri.
Yusri kemudian mengadukan perbuatan Ahok itu ke Komnas Perempuan dan Polda Metro Jaya. Dia menuntut Ahok Rp100 miliar karena merasa dihina, dan meminta Ahok meminta maaf secara terbuka padanya.