6. Pengesahan APBD yang Nyaris Terlambat
Saat APBD 2015 belum dirasakan masyarakat, Pemprov Jakarta sudah disibukkan dengan persiapan APBD 2016. Enggan kecolongan seperti APBD 2015, Pemprov bergerak cepat.
Namun hingga pertengahan November 2015, pembahasan Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016 di Badan Anggaran DPRD sudah berjalan dua bulan sampai akhirnya Ahok memutuskan menarik KUA-PPAS tersebut karena merasa ada kesalahan dan banyak anggaran tidak jelas di dalamnya.
Menurut Ahok, banyak anak buahnya yang belum mengerti soal penyusunan anggaran hingga akhirnya banyak anggaran terlalu besar. Penyusunan bahkan amburadul. Akibatnya Ahok mengundang semua kepala dinas serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memperbaiki KUA-PPAS tersebut.
Ahok menghabiskan 11 hari dari pukul 08.00 sampai 24.00 WIB setiap harinya untuk menyelesaikan KUA-PPAS ‘revisi’ tersebut. Sayangnya keputusan revisi KUA-PPAS itu membuat pengesahan KUA-PPAS menjadi Rancangan APBD, tertunda.
Revisi juga membuat pengesahan APBD yang seharusnya sudah disahkan pada 30 November secara otomatis tertunda. Pada tanggal itu, KUA-PPAS edisi revisi baru diserahkan ke DPRD.
Untungnya karena penyusunan KUA-PPAS yang baru sudah seperti APBD, maka pembahasan yang dilakukan tak perlu memakan waktu lama.
Selain itu DPRD dan Pemprov DKI juga kompak selama melakukan pembahasan di Banggar. Kondisi tersebut berbeda 180 derajat dengan saat proses penyusunan APBD 2015.
Akhirnya tepat pada 23 Desember, rapat paripurna DPRD memutuskan untuk menerima Rancangan Peraturan Daerah APBD 2016 untuk selanjutnya disahkan dan dilimpahkan ke Kementerian Dalam Negeri.
Raperda APBD 2016 tersebut hingga kini masih di tangan Kemendagri untuk dievaluasi sebelum bisa digunakan oleh Pemprov DKI Jakarta guna menjalankan program-programnya.
Lantaran pengesahan APBD 2016 tersebut mengalami keterlambatan, maka evaluasi oleh Kemendagri pun berpotensi terlambat. Namun Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan berusaha agar evaluasi bisa selesai sebelum 31 Desember agar anggaran sudah bisa digunakan tahun depan.
7. Opera Metromini-Transjakarta-Kopaja
Kecelakaan Metromini dan commuter line Jabodetabek lantaran sopir Metromini menerobos palang perlintasan kereta yang menyebabkan belasan orang tewas, disusul aksi ugal-ugalan Metromini yang menewaskan pejalan kaki, membuah Ahok kehabisan kesabaran.
Ahok mengumumkan akan menghapus Metromini dan Kopaja yang bobrok dan menggantinya dengan bus-bus model baru yang lebih manusiawi.
Sayangnya keinginan tersebut tak mudah direalisasikan karena tawaran Pemprov agar pengelola Metromini dan Kopaja bergabung dengan PT Transjakarta, belum diterima.
Padahal jika bergabung dengan Transjakarta, sopir akan digaji dua kali upah minimum provinsi, dan tak perlu mengejar setoran sembari menunggu penumpang.
Amarah Ahok terpicu lagi karena menurutnya PT Transjakarta belum bisa menampilkan performa yang bisa menyalip popularitas bus-bus lama tersebut. Ahok kerap menyindir Direktur Utama PT Transjakarta yang dianggap tidak bekerja.
Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta kemudian menindak bus-bus uzur di ibu kota. Ratusan bus disita karena berhenti sembarangan, buku KIR-nya palsu, dan dikendarai ugal-ugalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Tindakan tegas Dishub DKI Jakarta merazia bus reyot akhirnya membuat pengelola Kopaja angkat tangan dan bersedia bergabung dengan PT Transjakarta.
Pada 22 Desember, sebanyak 320 bus hasil integrasi Kopaja dan PT Transjakarta diresmikan oleh Wagub Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Bus-bus baru berwarna biru-putih tersebut dinamakan feeder Transjakarta dan ditulisi serta digambari lambang Transjakarta, serta dikemudikan para sopir yang sebelumnya bekerja pada bus Kopaja lama.
Keputusan Kopaja bergabung dengan Transjakarta tak diikuti oleh para pemilik bus Metromini. Bukannya bergabung, mereka malah menggelar aksi mogok beroperasi karena merasa diperlakukan tidak adil.
Aksi mogok itu tak terlalu dipedulikan Ahok. Dia berkata jadi tak perlu membuang tenaga untuk menindak bus-bus Metromini yang tak layak jalan.
8. Dituntut Rp100 miliar oleh seorang ibu
Yusri Isnaeni, perempuan berusia 32 tahun, menuntut Ahok Rp100 miliar karena tak terima disebut maling oleh sang Gubernur.
Peristiwa bermula saat Yusri pergi ke Kantor DPRD DKI Jakarta bersama sejumlah teman organisasinya di Gerakan Masyarakat Peduli Antinarkoba untuk bertanya mengenai Kartu Jakarta Pintar.
Yusri rupanya mencairkan dana KJP lantaran tak bisa membeli perlengkapan sekolah anaknya dengan kartu itu di kios Pasar Koja Baru, Jakarta Utara, November. Penjaga toko beralasan, sistem KJP sedang offline sehingga kartu tak bisa digunakan.
Lima hari berturut-turut sistem KJP disebut offline, Yusri merasa terdesak dan akhirnya menerima tawaran seorang calo untuk mencairkan dana KJP agar bisa membeli seragam dan sepatu putrinya dengan uang tunai.
![]() |
"Saya pergi ke Komisi E bidang pendidikan untuk menanyakan bagaimana sebenarnya mekanisme pemakaian KJP ini. Sampai di sana ternyata ada rapat yang dihadiri Pak Ahok. Saat Ahok keluar, saya izin bertanya. Tapi ternyata dengan lantang Pak Ahok menuding saya dengan kata-kata maling," ujar Yusri.
Yusri kemudian mengadukan perbuatan Ahok itu ke Komnas Perempuan dan Polda Metro Jaya. Dia menuntut Ahok Rp100 miliar karena merasa dihina, dan meminta Ahok meminta maaf secara terbuka padanya.