Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin menyatakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla lebih mementingkan investasi dan pengkondisian stabilitas politik dibandingkan penegakan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi sepanjang 2015.
"Kami melihat komitmen pemerintahan Jokowi-JK terhadap kebijakan luar di bidang HAM dan demokrasi sangat rendah. Sebaliknya, politik dagang dan investasi Indonesia di tahun 2015 berlebihan," kata Rafendi saat konferensi pers di kantor HRWG, Jakarta, Selasa (5/1).
Dalam catatan akhir tahun 2015, HRWG menilai kebijakan luar negeri diletakkan pada kepentingan ekonomi semata. Sementara, penegakan HAM dinilai justru kian merosot.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
HRWG juga menyoroti isu separatisme Papua. Pemerintah dinilai telah menunjukkan ketakutan yang akut dalam menyikapi konflik-konflik di Papua.
"Hal itu terlihat dari pendekatan represif dan keamanan yang tetap dilakukan secara berlebihan oleh pemerintah. Larangan dan pembubaran aksi demonstrasi soal Papua juga menunjukkan sikap ketakutan pemerintah," kata Rafendi.
Padahal, kata Rafendi, pendekatan represif dengan menempatkan militer dan pengamanan ketat di Papua justru hanya akan "memelihara" konflik di sana.
HRWG juga menilai persoalan HAM masih menjadi sekadar pemanis dalam teks dan belum dapat diterapkan dalam kebijakan ekonomi dan pembangunan. Akibatnya, banyak terjadi pelanggaran HAM dan praktik kekerasan dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.
"Kami mendorong adanya pendekatan HAM dalam kegiatan bisnis. Apalagi, Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sehingga perlu ada aturan kuat soal perlindungan HAM," kata Rafendi.
Selain itu, HRWG juga menyoroti persoalan kebebasan beragama yang masih memiliki segudang masalah. HRWG menilai kebijakan pemerintah di bidang ini masih sangat parsial dan reaktif, bahkan penyelesaian masalah dan pelanggaran masih bias kepentingan mayoritas.
Pemerintah dinilai tidak cukup kuat menahan arus radikalisme, intoleransi, dan diskriminasi yang semakin besar. Selain itu, kebijakan hukuman mati yang diterapkan pemerintah Indonesia dinilai telah menganggu stabilitas politik Jokowi-JK.
"Gangguan itu dirasakan baik di dalam negeri, bilateral, regional, maupun internasional. Kebijakan ini tidak membawa manfaat sama sekali bagi pemeritah," ujarnya.
HRWG menilai pemerintah sebaiknya mencanangkan tahun 2016 sebagai tahun perbaikan bagi hak kebebasan beragama, toleransi, dan kerukunan umat beragama. Pemerintah juga dinilai harus memasukkan agenda HAM dalam setiap program pembangunan dan politik investasi.
"Pemerintah juga sebaiknya mengintegrasikan rekomendasi-rekomendasi PBB ke dalam kebijakan nasional, baik di bidang sipil, politik, ataupun hak ekonomi, sosial, dan budaya," kata Rafendi.
(obs)