Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Supersemar tak dapat mengangsur denda perkara perdata yang menjerat mereka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Padahal jumlah denda yang harus dibayar Supersemar atas perkara itu mencapai angka Rp4,4 triliun.
Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan, denda perkara perdata tidak dapat diangsur. Itu sudah ketentuan dalam Hukum Acara Perdata.
"Eksekusi bersifat satu kali dan tuntas. Tidak ada istilah eksekusi diangsur," ujar Made di PN Jakarta Selatan, Rabu (6/1).
Jika jumlah aset Supersemar tidak mencapai nominal denda yang dijatuhkan, maka pembayaran atau eksekusi tetap dapat dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun pembayaran atau eksekusi baru dapat dilakukan setelah Kejaksaan Agung selesai menelusuri seluruh aset milik yayasan yang didirikan Presiden Soeharto itu.
"Kembali kami menunggu informasi data dari pemohon, Jaksa Pengacara Negara. Sampai saat ini belum ada informasi (jumlah aset Supersemar) dari mereka," kata Made.
Made berkata, tidak ada peraturan mengenai batasan waktu bagi Kejaksaan Agung untuk memberikan hasil penelusuran aset Supersemar kepada PN. Namun ia berharap penelusuran aset dapat segera diselesaikan agar eksekusi perkara Supersemar bisa dilakukan dalam waktu dekat.
Berdasarkan salinan putusan Mahkamah Agung, Yayasan Supersemar diputus bersalah karena sempat menyalurkan dana ke sebuah bank dan tujuh perusahaan. Bank yang sempat menerima dana dari Yayasan Supersemar adalah Bank Duta.
Pada Putusan MA Nomor 2896 K/Pdt/2009 disebutkan, Bank Duta sempat menerima uang sejumlah US$420 juta. Yayasan Supersemar juga tercatat pernah memberi dana sebesar Rp13 miliar kepada PT Sempati Air sebuah maskapai yang kini sudah bangkrut.
Selain itu, Supersemar sempat menyalurkan dana sebanyak Rp150 miliar ke PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti.
Masih dalam putusan yang sama, MA mencatat Yayasan Supersemar pernah memberi dana Rp12 miliar kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri.
Terakhir, MA menyebut Yayasan Supersemar bersalah karena pernah memberi uang sejumlah Rp10 miliar ke Kelompok Usaha Kosgoro pada akhir 1993.
Atas semua itu, Yayasan Supersemar divonis bersalah oleh PN Jakarta Selatan pada 28 Maret 2008. Putusan PN Jakarta Selatan itu dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tingkat banding pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Namun kasasi Yayasan Supersemar tidak diterima sepenuhnya oleh MA. MA menerima sebagian permohonan pemerintah, namun jumlah nominal denda yang harus dibayar Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Supersemar adalah 75 persen dari Rp185 juta. Padahal yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp185 miliar, atau Rp 139 miliar kepada negara.
Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga mereka mesti membayar denda sebesar Rp4,4 triliun lebih pada tahun ini.
(agk)