Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang aanmaning atau penentuan eksekusi Yayasan Supersemar ditunda hari ini (23/12). Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang lantaran pengurus yayasan milik keluarga Presiden Soeharto tak hadir dalam sidang.
"Seharusnya hari ini sidang aanmaning berupa pemanggilan termohon untuk menghadap ketua pengadilan negeri. Namun, saya dengar pihak termohon mengajukan surat minta sidang ditunda menjadi 6 Januari 2016," kata Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna.
Hakim selanjutanya memberikan waktu selama delapan hari ke depan. Jika Supersemar tak juga membayar denda Rp4,4 triliun yang diputuskan, maka eksekusi akan dilakukan.
Menurut Made, eksekusi yang dilakukan berupa penyitaan aset Supersemar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Made menjelaskan bahwa aanmaning berasal dari bahasa Belanda yang berarti teguran. Dalam sidang ini, Yayasan Supersemar akan diminta secara sukarela menjalankan putusan berupa pemenuhan kewajiban membayar denda sebesar Rp4,4 triliun kepada negara.
Disinggung soal aset yang akan disita dari Supersemar, Made mengaku tak tahu. Informasi soal aset ini menurutnya ada di Kejaksaan Agung.
Sidang aanmaning digelar setelah Supersemar dinyatakan kalah dalam pengadilan melawan negara. Yayasan yang didirikan Presiden kedua RI Soeharto itu dianggap bersalah karena telah menggunakan dana beasiswa untuk keperluan yang tidak berkaitan dengan pendidikan pada periode 1989-1993 silam.
Berdasarkan salinan putusan Mahkamah Agung, Yayasan Supersemar diputus bersalah karena sempat menyalurkan dana ke sebuah bank dan tujuh perusahaan. Bank yang sempat menerima dana dari Yayasan Supersemar adalah Bank Duta.
Karena perbuatan itu Yayasan Supersemar vonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 28 Maret 2008. Putusan PN Jakarta Selatan dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta di tingkat banding pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Namun, kasasi Yayasan Supersemar tidak diterima sepenuhnya oleh MA.
MA pun menerima sebagian permohonan pemerintah. Namun, jumlah nominal denda yang harus dibayar Yayasan Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Yayasan Supersemar adalah 75 persen dari Rp185 juta. Padahal, Yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp185 miliar, atau Rp 139 miliar kepada negara.
Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga mereka mesti membayar denda sebesar Rp4,4 triliun lebih pada tahun ini.
(sur)