Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menahan tersangka korupsi pembangunan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng.
Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan penyidik merasa belum perlu menahan adik kandung mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng ini.
"Penahanan sepenuhnya kewenangan penyidik, belum ada kebutuhan untuk menahan tersangka AZM," kata Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuyuk menjelaskan, KPK saat ini masih fokus memeriksa sejumlah saksi dan tersangka. "Ini masih dilakukan pendalaman tersangka dan saksi," katanya.
Hari ini, Choel sengaja datang ke kantor KPK dengan sebuah tas berisi pakaian. Choel sempat menjelaskan dirinya siap ditahan oleh penyidik komisi antirasuah.
"Saya siap kooperatif bahkan saya siap untuk ditahan hari ini. Ini saya sudah bawa pakaian, ternyata belum ditahan," katanya.
Penahanan dilakukan oleh penyidik jika tersangka dianggap akan kabur, menghilangkan alat bukti, mempengaruhi saksi lain, dan mengulangi perbuatan yang sama. Penahanan dilakukan juga berdasar kepentingan subtektif tim penyidik.
Namun hingga kini penyidik belum menemukan alasan penahanan seperti yang disyaratkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana itu.
Nama Choel terseret dalam kasus Hambalang lantaran mengenalkan perusahaan PT Global Daya Manunggal kepada sang kakak agar diikutsertakan dalam proyek Hambalang. Komisaris PT Global Daya Manunggal Herman Prananto menitipkan duit Rp4 milliar untuk Andi melalui Choel.
Dari total uang yang diterima Choel, sebanyak Rp1,5 miliar diserahkan oleh mantan Sekretaris Menpora Wafid Muharam. Setelah ada fulus pelicin, perusahaan ini menggarap proyek sebagai perusahaan subkontraktor.
Selain itu, Choel juga menerima US$550 ribu dari Manajer Pemasaran Permai Grup Mindo Rosalina Manulang melalui Wafid. Permai Group yang semula dijanjikan mendapat jatah Hambalang, saat itu gagal lantaran perintah dari mantan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Sebelumnya, untuk penyidikan Choel, KPK telah meminta kesaksian Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya M Arief Taufiequrahman. Perusahaan tempat Arief bekerja memberikan fee proyek sebanyak 18 persen yakni sekitar Rp12 miliar untuk beberapa pihak termasuk Kementerian Pemuda dan Olahraga. Adhi Karya bekerja sama dengan Wika menjadi kontraktor proyek tersebut.
Choel diduga menyalahgunakan wewenang dengan cara melawan hukum sehingga memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Ia dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(ags)