Jakarta, CNN Indonesia -- Eks pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menilai cara Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan proses penggeledahan tidak pantas. Menurut pakar hukum pidana ini, Fahri seharusnya bertanya secara elegan dan santun.
"Fahri Hamzah hanya mempertanyakan proses penggunaan senjata secara keras dan saya anggap kurang elegan. Sebaiknya sebagai Wakil Ketua DPR, cara mempertanyakan dilakukan secara patut dan santun," kata Indriyanto saat dihubungi melalui pesan singkat oleh CNN Indonesia, Selasa (19/1).
Dosen Universitas Indonesia ini menilai cara yang tidak elegan justru menjatuhkan persepsi masyarakat terkait parlemen. Parlemen juga dinilai cenderung subyektif dalam mendukung pemberantasan korupsi.
"Cara-cara yang tidak elegan justru menimbulkan stigma kelembagaan DPR dan tidak dianggap sebagai representasi masyarakat," katanya.
Namun demikian, meski dihadang Fahri dengan ucapan nada tinggi, penyidik KPK dapat menunaikan tugasnya untuk menggeledah sejumlah ruangan anggota DPR termasuk Damayanti Wisnu Putranti dan Yudi Widiana pada Jumat (15/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Brimob bersenjata yang turut mengamankan penggeledahan menjadi bahan protes dari politikus Partai Keadilan Sejahtera ini. Fahri sempat memanggil Kepala Pengamanan Dalam DPR RI untuk mengeluarkan Brimob dari Fraksi PKS. Namun Satgas KPK berkeras mempertahankan petugas Brimob dan laras panjangnya.
Penggeledahan yang dilakukan KPK terkait dengan suap pengamanan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Komisi antirasuah mencari jejak dokumen yang dapat dijadikan barang bukti untuk legislator yang tertangkap tangan, Damayanti Wisnu Putranti. Kader PDI Perjuangan ini dinilai menerima duit ratusan ribu dolar Singapura dari pihak swasta.
Damayanti ditetapkan sebagai tersangka bersama dua staf ahlinya yakni Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin serta Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Mereka dicokok dalam operasi tangkap tangan di lokasi yang berbeda.
Damayanti diduga menerima duit lebih dari Sin$437 ribu untuk mengamankan proyek infrastruktur. Damayanti, Julia, dan Dessy sebagai tersangka penerima suap dijerat melangar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 KUHAP. Sementara Abdul selaku tersangka pemberi suap kepadanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 33 UU tipikor.
(utd)