Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan, pemerintah tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi banyaknya situs gerakan radikal atau teroris di Indonesia, seperti situs Bahrun Naim, karena tidak memiliki payung hukum untuk melakukan tindakan. Sejauh ini, pemerintah hanya bisa menutup akses masyarakat ke situs itu.
Pramono menjelaskan, pemerintah saat ini tengah berupaya untuk memasukkan poin pencegahan dan deradikalisasi ke dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. Upaya yang ditempuh bisa dengan melakukan revisi Undang-Undang tersebut, menerbitkan Perppu, atau membuat Undang-Undang baru.
"Kalau itu dilakukan, seperti situsnya Bahrun Naim yang mengancam dan sebagainya, itu segera bisa dibersihkan. Sekarang ini hanya bisa nge-block, tapi kan kita tidak bisa mengejar, mencari sanksi, orang itu yang membuat siap, kontennya apa, providernya di mana, siapa yang bertanggungjawab," ujar Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (20/1).
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menuturkan, hal tersebut terjadi karena Indonesia belum memiliki undang-undang yang mengatur masalah pencegahan tindak terorisme dan deradikalisasi.
"Itu menjadi titik berat, menjadi perhatian dari pemerintah," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, kata Pram, Presiden Joko Widodo berencana untuk menggelar rapat terbatas besok agar bisa membahas soal keputusan peraturan tersebut, sebelum akhirnya mengirimkan hasil rapat ke anggota dewan.
Presiden Jokowi sebelumnya menuturkan, sejauh ini pemerintah telah berkonsultasi dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga negara lainnya. Dalam rapat konsultasi yang digelar beberapa hari lalu, seluruh lembaga negara memiliki pemikiran sama mengenai pentingnya memasukkan uncur pencegahan dan deradikalisasi dalam Undang-Undang Antiterorisme itu.
"Ada beberapa alternatif yang belum diputuskan. Masih dalam proses semuanya. Bisa nanti revisi Undang-Undang, bisa nanti Perppu, bisa nanti membuat Undang-Undang baru mengenai pencegahan," ujar Jokowi di Credentials Room, Istana Merdeka, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
(bag)