Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengeluarkan fatwa terkait keberadaan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Indonesia bulan ini. Fatwa akan dikeluarkan setelah laporan diberikan Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI kepada pimpinannya pekan depan.
"MUI sedang melakukan pendalaman terkait kasus Gafatar ini dan Insya Allah bulan ini selesai. Paling tidak Komisi Pengkajian akan melaporkan minggu depan dan setelah itu pimpinan akan memerintahkan Komisi Fatwa untuk mengeluarkan fatwa terkait temuan itu," ujar Utang Ranuwijaya, Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/1).
Menurut hasil kajian sementara MUI, Gafatar diketahui terbukti telah menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan salah satu agama yang diakui di Indonesia, Islam.
Organisasi tersebut juga diketahui merupakan metamorfosis dari Al Qiyadah Al Islamiyah yang sudah dilarang kegiatannya sejak 2007 silam oleh Jaksa Agung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada ratusan aliran sesat di Indonesia dan semua kami pantau, tidak hanya Gafatar. Semua aliran yang timbul dan tenggelam masih dalam pantauan," ujar Utang.
Fatwa MUI ditunggu keberadaannya oleh Pemerintah. Sebabnya, fatwa tersebut akan menjadi salah satu dasar untuk Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung dalam membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait keberadaan Gafatar di Indonesia.
Permintaan kepada MUI agar segera mengeluarkan fatwa terkait Gafatar sudah disampaikan oleh Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem) yang beranggotakan perwakilan Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, dan Badan Intelijen Negara.
Menurut tim Pakem, Gafatar merupakan metamorfosis dari Komunitas Millah Abraham (Komar) yang juga merupakan perubahan bentuk dari Al Qiyadah Al Islamiyah. Gafatar terbukti mempercayai adanya nabi terakhir (Messiah) bernama Ahmad Moshaddeq yang menggantikan Nabi Muhammad SAW.
Selain memberi pengajaran nabi terakhir yang keliru, Gafatar juga menyebarkan pemahaman agama yang berbeda dengan kepercayaan agama Islam.
"Indikasinya yang dikatakan menyimpang adalah ajaran tidak perlu salat lima waktu dan tidak perlu melaksanakan puasa Ramadhan. Setelah nanti mendapat fatwa dari MUI, ada penandatanganan SKB untuk peringatan agar masyarakat tidak melaksanakan kegiatan-kegiatan itu lagi. Kalau masih melakukan setelah ada peringatan, ada sanksi pidananya," ujar Wakil Ketua Tim Pakem Adi Toegarisman.
(utd)