Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) La Ode Muhammad Syarif mengklaim pihaknya mengantongi bukti kuat perkara dugaan korupsi PT Pelabuhan Indonesia (PT Pelindo II). Pakar hukum pidana ini pun optimis dapat memenangkan praperadilan melawan tersangka kasus tersebut sekaligus eks Dirut Pelindo, R Joost Lino.
"Kami optimis kami cukup kuat. Bukti-bukti lumayan solid, lebih dari dua alat bukti, dan melakukan apa yang seharusnya dikerjakan," kata La Ode ketika ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/1).
La Ode membenarkan tim penyidik telah melakukan sejumlah prosedur penetapan tersangka mulai dari mengumpulkan bukti permulaan, informasi dari saksi, dan perkiraan kerugian negara. Untuk kerugian negara, La Ode juga membantah tudingan pihak Lino yang mengatakan nihilnya angka tersebut.
"Itu sudah kami siapkan semuanya oleh tenaga ahli bantuan dari LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Ada semua," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim komisi antirasuah juga telah meminta pendapat dari para pakar termasuk pakar hukum dari UGM Zainal Arifin Mochtar dan pakar lain dari Institut Teknologi Bandung.
Hari ini agenda praperadilan telah memasuki proses pembacaan kesimpulan. Pengacara Lino, Maqdir Ismail berkeras penetapan tersangka oleh KPK menyalahi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Alhasil, Maqdir beranggapan kliennya tak tersangkut kasus pengadaan tiga Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.
Meski praperadilan berlangsung, KPK tetap menggelar penyidikan. Hari ini penyidik memeriksa Ferialdy Noerlan selaku Direktur Teknik PT Pelindo II. Ferialdy juga terjerat kasus pengadaan mobile crane di Bareskrim Polri.
KPK menduga crane yang didatangkan Lino melalui PT Wuxi Huadong Heavy Machinery Ltd diduga tak sesuai spesifikasi. Dalam proses lelang perusahaan penggarap proyek juga dianggap terjadi kejanggalan. KPK menduga Lino menunjuk langsung perusahaan asal Cina itu sebagai penggarap proyek miliaran rupiah ini.
Atas perbuatannya, Lino pun disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(pit)