Budi Waseso Siapkan Skenario Penyerbuan ke Penjara

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Selasa, 26 Jan 2016 17:11 WIB
Kepala BNN Komjen Budi Waseso geram karena peredaran narkotik masih terjadi bahkan dikendalikan oleh jaringan yang ada dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Kepala BNN Komjen Budi Waseso jengkel dengan peredaran narkotik yang dikendalikan dari balik lapas. (ANTARA/Septianda Perdana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso geram mendapati peredaran narkotik masih terjadi bahkan dikendalikan oleh jaringan yang ada dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Keterbatasan akses yang terbelit prosedur berlapis di lapangan dinilai telah menghambat aparat penegak hukum membongkar jaringan pengendali peredaran narkotik di balik penjara.

Oleh sebab itu Budi dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly beserta Direktur Jenderal Pemasyarakatan I Wayan Kusmiantha Dusak guna mencari solusi agar aparat bisa diberi kemudahan akses melakukan penggerebekan di penjara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ternyata di lapangan aparat masih dipersulit untuk masuk, jangan salahkan jika sewaktu-waktu kami menyerbu," kata Budi dalam keterangan resminya di Kantor BNN, Jakarta, Selasa (26/1).

Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu menegaskan niatnya tersebut bukan sekadar bualan. Rencana berembuk dengan Kemenkumham sudah dia agendakan sesegera mungkin.

Kekesalan Budi bukan tanpa alasan. Dia menilai kinerja BNN dan Polri dalam menindak pidana narkoba selama ini sudah optimal. Namun ketika orang yang tersangkut kasus masuk lapas, para narapidana itu justru lebih leluasa mengoperasikan jaringan bisnis narkotiknya dari balik sel.

Bak negara dalam negara

Menurut Budi, baik Polri maupun BNN tidak punya kuasa menertibkan pengendalian narkoba dari balik lapas, sebab ketika napi masuk penjara, kontrol otomatis beralih ke tangan pengelola lapas.

"Rupanya para mafia ini merasa lebih aman di dalam lapas. Jadi ini ibarat negara di dalam negara," kata Budi.

Budi menyatakan jaringan narkotik selama ini memanfaatkan lemahnya pengamanan di balik lapas seperti minimnya jumlah pengawas atau sipir, termasuk menjalin kerja sama dengan oknum penjara yang mudah dipengaruhi.

"Bahkan CCTV yang ada di sejumlah lapas pun sengaja dibuat tidak berfungsi agar tidak dapat memonitor kegiatan mereka," kata Budi.

Aparat selama ini terkendala membongkar jaringan narkotik di penjara karena prosedur lapangan membuat upaya pembongkaran jaringan tersendat. Di sisi lain, kata Budi, aparat tidak bisa serta-merta bertindak tanpa mengantongi alat bukti.
Budi memberi satu contoh kasus yang dialami anak buahnya pada akhir 2015, ketika aparat BNN hendak membongkar jaringan pengendali peredaran narkotik di satu penjara yang ada di Bali.

Saat penyidik hendak masuk penjara, kata Budi, sipir di lapangan menghambat proses pemeriksaan dengan mempertanyakan tetek-bengek terkait izin prosedural.

"Alhasil barang bukti yang kami incar sudah hilang. Kami masuk memang ada barang bukti dan alat komunikasi, tapi kami tidak tahu siapa pemiliknya," kata Budi.

Masalah peredaran narkoba di balik penjara menjadi perhatian serius Budi Waseso lantaran ia mencatat sekitar 60 persen narapidana yang menghuni penjara di Indonesia adalah pesakitan kasus narkotik.

Menjalin komunikasi dengan pihak Kemenkumham pada akhirnya menjadi jalan terakhir bagi Budi untuk bisa mendapat kemudahan akses dari aturan berlapis di penjara, demi meringkus bandar-bandar narkotik di balik jeruji.

"Sekali lagi saya tekankan, kalau kami masih tetap tidak diizinkan masuk, kami akan melakukan penyerbuan," ujar Budi Waseso, kukuh.
(gil/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER