Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso menyatakan selama ini memang ada informasi menyebut uang hasil bisnis narkotik digunakan untuk pendanaan terorisme.
Ditemui di Jakarta, Selasa (26/1), Budi mengatakan informasi tersebut bukan hal yang baru. Meski tidak merinci sejak kapan informasi itu didapatkannya, dia mengatakan BNN saat ini sedang mendalami hal tersebut.
"Kalau hubungan langsung (narkotik dengan terorisme) belum ada. Tapi kemungkinan ada hubungan bisa saja terjadi, pendanaan atau semacamnya," kata Budi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut, pendanaan terorisme memang biasanya menggunakan bisnis ilegal. Namun, untuk memastikan apakah bisnis narkotik turut digunakan, lanjut Budi, diperlukan pembuktian-pembuktian.
Ketika ditanyai apakah sudah bisa memastikan narapidana raja narkotika Freddy Budiman berbaiat dan mendanai Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Budi juga tidak bisa memastikan.
"Bisa iya, bisa tidak. Itu sedang kami dalami," ujarnya.
Freddy yang kini menunggu eksekusi matinya, menurut sumber CNNIndonesia.com, bergabung dengan ISIS sejak tahun lalu.
Freddy ditangkap karena kedapatan menyelundupkan 1,4 juta pil ekstasi dari Tiongkok.
Dia kemudian mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Satu tahun kemudian, Freddy akhirnya dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat atas dakwaan menjadi otak penyelundupan.
Freddy kemudian dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Namun, kemudian Freddy ketahuan masih menjalankan bisnis narkotiknya. Bisnis itu dilakukan dari dalam penjara Cipinang.
Pengamat terorisme dari International Crisis Group (ICG) Sidney Jones mengungkapkan terdapat hubungan saling memanfaatkan antara narapidana narkoba dan teroris.
"Ada beberapa kemungkinan mengapa napi narkotik dan teroris saling berhubungan di dalam penjara. Salah satunya, perlindungan di penjara," kata Jones saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Bentuk perlindungan itu, ujar Jones, adalah karena narapidana teroris memiliki status cukup tinggi dalam penjara. Mereka, katanya, dilihat sesama napi sebagai orang yang paling berani untuk mati.
"Jadi, napi biasa takut dan terintimidasi sama napi-napi teroris ini dan dengan demikian mendekati mereka," ujarnya.
(obs)