Lewat IT, JK Ingin Setiap Proses Hukum Harus Terbuka

Resty Armenia | CNN Indonesia
Jumat, 29 Jan 2016 07:49 WIB
Pengalaman masa lalu membuktikan bahwa proses hukum yang tak diawasi dengan baik dan tidak diketahui publik bisa menimbulkan pencaloan dan pemalsuan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta dengan teknologi yang ada sekarang proses hukum harus berlangsung terbuka agar tidak ada fitnah, percaloan, dan pemalsuan. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat, proses hukum harus terbuka untuk mencegah dipermainkannya hukum oleh oknum manapun.

Hal itu disampaikan JK dalam acara penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama tentang Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi dan Peresmian Pembukaan Penyuluhan Hukum Serentak (Luhkumtak) Tahun 2016.

Kalla menuturkan, nota kesepahaman ini tidak menekankan tentang substansi perkara, karena tiap lembaga telah memiliki kewenangan dan kewajiban masing-masing. Alih-alih, kesepakatan ini menegaskan soal bagaimana hukum dari sisi proses dan administrasi bisa berjalan secara baik dan terbuka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut JK, pengalaman masa lalu membuktikan bahwa proses hukum yang tidak diawasi dengan baik dan tidak diketahui publik bisa menimbulkan pencaloan, pemalsuan, dan sebagainya.

"Keterbukaan ini penting untuk mencegah hukum itu dipermainkan, tidak diketahui, atau menjadi lambat. Kita memahami bahwa IT sebagai teknologi yang sudah menjadi umum dalam praktek ketatanegaraan kita dilaksanakan sebaik-baiknya dalam sistem penerapan hukum kita untuk melindungi dan memayungi seluruh bangsa ini," ujarnya di Istana Negara, Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (28/1).

Oleh karena itu, ujar JK, ia ingin meresmikan penyuluhan hukum nasional, sehingga masyarakat bisa 'melek' hukum. Jika tidak, tuturnya, maka hak dan kewajiban hukum tidak bisa ditegakkan.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dasar nota kesepahaman ini adalah Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 dan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Luhut menganggap langkah kerja sama ini sangat bagus, karena dengan integrasi database kementerian dan lembaga yang bekerja sama maka sistem atau pengadilan dapat berbagi data.

"Kita sekarang bisa akses, misalnya, 1,5 juta perkara yang diputus Mahkamah Agung. Itu akibatnya apa? Kalau hakim itu membuat pertimbangan yang tidak benar, publik bisa lihat, baca, dan si hakim itu bisa jadi dipertanyakan oleh masyarakat, 'kenapa kamu membuat pertimbangan ini?' Masyarakat itu pintar-pintar," tuturnya.

Menurut Luhut, kesepakatan ini juga bisa memicu adanya check and balances untuk membuat hakim-hakim agar tidak sembarangan dalam memutuskan perkara. 

Pihak yang melakukan penandatanganan ini antara lain Menteri Luhut, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Desa Percepatan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Jaksa Agung M Prasetyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Kepala Lembaga Sandi Negara Djoko Setiadi.

Pemerintah Bantu Warga Desa Urus Persoalan Hukum


Luhut menuturkan, Kementerian Desa Percepatan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi  dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tengah bekerjasama untuk membantu masyarakat tidak mampu di pedesaan dalam mengurusi perkara hukum yang menjeratnya.

"Penanganan orang-orang miskin yang kena perkara di daerah yang tadinya dapat aksesnya susah, sekarang kami bikin jadi sadar hukum di desa. Sama dengan bantuan dana desa, sekarang (pemerintah juga memberi) bantuan hukum desa," ujarnya.

Ia melanjutkan, "jadi pembangunan ekonomi dan pembangunan hukum jalan."

Ketika ditanya soal rencana pemberian bantuan hukum di pedesaan ini, Menteri Marwan menyebutkan, kementeriannya akan membuat program penyuluhan dan pendidikan hukum pada masyarakat, sehingga tidak melanggar peraturan yang berlaku.

"MoU-nya itu kalau ada masyarakat yang kena masalah hukum akan ditangani oleh lembaga hukum yang terakreditasi, bisa LBH, lembaga sosial atau lembaga hukum mana pun, termasuk juga oleh pengacara profesional, yang sifatnya adalah gratis, pada masyarakat kita di pedesaan," kata Marwan. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER