Dirjen Bina Marga Diincar KPK Ihwal Suap Damayanti

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 03 Feb 2016 11:08 WIB
Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Hediyanto W Husaini, telah tiba di KPK untuk menerima deretan pertanyaan penyidik.
Kasus Damayanti Wisnu Putranti menyeret sejumlah nama lain. (ANTARA/Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hediyanto W Husaini, diincar Komisi Pemberantasan Korupsi soal suap pengamanan proyek listrik. Hediyanti bakal dicecar sejumlah pertanyaan oleh penyidik di Kantor KPK, Rabu (3/2).

"Hediyanto W Husaini dinilai mengetahui kasus," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati ketika dikonfirmasi. Hediyanto diperiksa untuk tersangka penyuap anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti, Abdul Khoir.

Hediyanto tiba di Gedung KPK dan langsung masuk ke ruang tunggu. Hediyanto kini sudah menemui penyidik.
Komisi Perhubungan DPR pernah menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian PUPR pada 14 September 2015. Dalam notulen rapat yang diperoleh CNNIndonesia.com, rapat yang berlangsung selama 4,5 jam ini turut membahas anggaran proyek jalan di Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR.

Dalam data tersebut, tertulis anggaran atau pagu yang dibutuhkan yakni Rp79.222.780.000 sementara Pagu Hasil Penajaman Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 sebanyak Rp46.000.871.601. Alhasil, ada kekurangan pagu sebanyak Rp33.221.908.399.

Damayanti disangka mengamankan sejumlah paket proyek di kementerian tersebut. Fulus pelicin pengamanan disetor oleh Abdul sebagai Direktur PT Windu Tunggal Utama. Abdul diiming-imingi proyek tersebut. Mekanisme ini kerap disebut sebagai ijon proyek.

Proyek tersebut berlokasi di Pulau Seram, wilayah Maluku. Pengacara Abdul Khoir, Haerudin Masaro, mengatakan setidaknya terdapat 20 paket proyek di Pulau Seram, Maluku dan Maluku Utara. Namun ia enggan membocorkan berapa proyek yang dijanjikan oleh Damayanti untuk digarap perusahaan Abdul.

"Nilai proyek paling sedikit Rp30 miliar," kata Haerudin beberapa waktu lalu.
Abdul Khoir, menurut sumber CNNIndonesia.com, telah mengucurkan sedikitnya Rp40 miliar untuk mengamankan proyek di lokasi tersebut. Duit diduga mengalir ke Damayanti setidaknya Sin$99 ribu, dan ke kolega Damayanti sekaligus anggota Komisi V Fraksi Golkar, Budi Supriyanto, sebanyak Sin$ 404 ribu.

Duit untuk Budi diduga diserahkan melalui staf Damayanti, Dessy A Edwin, pada 7 Januari 2016. Dugaan penerimaan ini telah disanggah Budi ketika dikonfirmasi CNNIndonesia.com.

Selain Budi, informasi yang dihimpun CNNIndonesia.com juga menunjukkan ada dugaan aliran ke anggota Komisi V Fraksi PKB sebanyak Rp8 miliar. Duit dari Abdul ini diserahkan melalui seorang staf ahli DPR.

Fulus panas juga mengalir ke anggota Komisi V Fraksi PAN sejumlah Rp8,4 miliar dari Abdul yang disetorkan sebanyak tiga kali yakni Rp2 miliar, Rp1,5 miliar, dan Rp4,9 miliar.
Sumber itu menyebutkan, duit juga diterima oleh Kepala Badan Pelaksanaan Jalan Nasional IX untuk Daerah Maluku dan Maluku Utara Kementerian Pekerjaan PUPR, Amran Hl Mustary. Amran disebut menerima duit sebanyak Rp15,6 miliar dari Abdul yang disetor sebanyak empat kali pada 2015.

Namun, Amran ketika dikonfirmasi usai penyidikan Selasa kemarin pun menyanggahnya. "Tidak ada. Bagaimana itu bisa?" ujar Amran. Amran bahkan berani untuk membuktikan nihilnya penerimaan duit oleh dirinya.

Status Budi, Amran, dan dua politikus Senayan yang lain hingga kini belum menjadi tersangka. KPK masih membutuhkan dua alat bukti yang cukup untuk menyeret mereka.

Damayanti,  Dessy, dan staf Damayanti lainnya yakni Julia Prasetya Rini ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dijerat melangar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHAP.

Sementara Abdul selaku tersangka pemberi suap kepadanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 33 UU Pemberantasan Tipikor. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER