Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum Jessica Kumala Wongso mempertanyakan alat bukti yang dipakai polisi sehingga menangkap dan menahan kliennya. Mereka menduga bukti itu rekaan belaka.
"Siapa yang melihat, mendengar, mengalami, Jessica menaruh sianida?," kata Yudi Wibowo Sukinto, di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (30/1) tengah malam. "Itu saja yang perlu diungkap."
Menurut Yudi, yang harus dibuktikan adalah perbuatan seseorang, yang merupakan wujud dari gerakan otot. "Apakah dia menaruh racun di kopi itu," ujarnya lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Yudi menilai itu adalah hak polisi untuk menentukan alat bukti.
Ditanya soal praperadilan, Yudi mengatakan pihaknya belum memutuskan. Adapun soal penangguhan penahanan tidak akan diajukan.
Yudi sendiri khawatir pihaknya pasti kalah kalau mengajukan praperadilan karena adanya laporan sudah merupakan satu alat bukti.
"Kelemahan praperadilan di situ, satu laporan satu alat bukti menurut Perkap Kapolri," katanya. "Padahal asas hukum
lex specialis, lex priori, derogat priori, berarti hukum yang lebih tinggi mengesampingkan yang lebih rendah."
Setelah diperiksa selama hampir 12 jam, kemarin, polisi memutuskan untuk menahan Jessica. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan dirinya yang menandatangani surat penahanan itu.
Krishna menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan hingga akhirnya Jessica ditahan oleh penyidik. Pertama adalah alasan subjektif, yaitu kekhawatiran Jessica akan melarikan diri, mengulang perbuatannya, dan atau menghilangkan alat bukti.
Sedangkan pertimbangan kedua adalah alasan objektif yaitu unsur-unsur pasal di gelar perkara yang dirasa mencukupi.
Tak hanya itu, dalam pemeriksaan selama 12 jam tersebut, penyidik menemukan ada ketidaksesuaian antara keterangan Jessica dan fakta serta alat bukti yang dimiliki penyidik.
"Penahanan berlaku untuk 20 hari, jika penyidikan membutuhkan proses lanjutan maka kami akan meminta jaksa untuk memperpanjang masa penahanan," kata Krishna.
(ded/ded)