Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Ma'ruf Amin mengatakan pemerintah harus tetap menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap para eks pimpinan dan pengurus Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Pernyataan itu ia lontarkan terkait dugaan tindak pidana makar (rumpun kejahatan terhadap keamanan negara) oleh Gafatar. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin kemarin juga mengatakan Gafatar bukan hanya terkait penodaan agama, tetapi juga melakukan makar.
"Prinsip asas praduga tak bersalah harus tetap diterapkan oleh penegak hukum. Supaya penanganannya tidak terlalu sadis begitu. Jangan asal 'main tembak'," kata Ma'ruf saat ditemui di Gedung MUI, Jakarta, Rabu (3/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari ini MUI telah mengeluarkan bahwa Gafatar sesat dan menyesatkan. Mereka dianggap sesat karena merupakan metamorfosis Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan menjadikan Ahmad Musadek sebagai pemimpinnya.
"Dari ajaran Gafatar, nantinya mereka akan sampai pada pembentukan khilafah. Kami sudah temukan itu dan menyampaikannya ke pemerintah," kata Ma'ruf.
Dalam fatwa yang dikeluarkan MUI hari ini, tertulis bahwa pemerintah wajib melakukan penindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pimpinan Gafatar yang terus menyebarkan keyakinan dan ajaran agamanya.
"Kalau dari MUI hanya menyoroti soal paham ajaran agamanya. Apakah ada makar atau tidak, akan kami serahkan ke penegak hukum. Kalau memang ada makar, ya harus kenakan hukuman kepada pelakunya," katanya.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri resmi menyidik dugaan tindak pidana penistaan agama yang dilakukan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Kepala Bagian Penerangan Umum Komisaris Besar Suharsono mengatakan kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan gelar perkara yang dipimpin langsung oleh Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Anang Iskandar pada Selasa (2/2) kemarin.
"Pasal yang dikenakan 156 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Ancamannya lima tahun maksimal," kata Suharsono saat ditemui di Markas Besar Polri, Jakarta.
Penyidikan, kata Suharsono, dilakukan berdasarkan laporan masyarakat yang dibuat oleh seseorang berinisial MH pada 4 Janari 2016.
Sementara pihak terlapor adalah organisasi Gafatar. Ketika ditanya apakah yang dimaksud adalah pengurusnya, Suharsono menjawab, "semua pihak yang terkait dengan keberadaan organisasi ini."
(obs)