Jakarta, CNN Indonesia -- Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Hediyanto W Husaini, irit bicara usai dibedah kesaksiannya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi soal suap pengamanan proyek listrik. Hediyanto dicecar sekitar delapan jam untuk penyidikan tersangka penyuap anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti, Abdul Khoir.
"Pemeriksaan lancar," kata Hediyanto di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (3/2).
Ketika ditanya awak media soal nilai proyek pembangunan jalan di Pulau Seram, kawasan Maluku, Hediyanto bungkam. Ia hanya menundukkan kepalanya sembari menerobos barisan awak media yang coba menghadang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak berhenti, awak media turur bertanya soal hubungan Hediyanto dengan Damayanti dan Abdul Khoir. Namun, Hediyanto enggan berkomentar dan sibuk mencari mobilnya yang terparkir di halaman KPK.
Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuuk Andriati menjelaskan direktorat jenderal pimpinan Hediyanto merupakan bagian dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang bertanggungjawab menangani proyek jalan. "Bina Marga jadi salah satu turunan dari Kementerian PUPR yang mengerjakan proyek jalan," katanya saat jumpa pers.
Yuyuk enggan merespons pertanyaan soal dugaan aliran dana yang ke kantung Hediyanto. Menurutnya, hal tersebut telah masuk ke dalam materi penyidikan yang tak dapat diungkap ke publik.
Komisi V DPR di mana Damayanti bertugas, pernah menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan pihak Kementerian PUPR pada 14 September 2015. Dalam notulen rapat yang diperoleh CNN Indonesia, rapat yang berlangsung selama 4,5 jam ini turut membahas anggaran proyek jalan di Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR.
Dalam data tersebut, tertulis anggaran atau pagu yang dibutuhkan yakni Rp79.222.780.000 sementara Pagu Hasil Penajaman Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2016 sebanyak Rp46.000.871.601. Alhasil, ada kekurangan pagu sebanyak Rp33.221.908.399.
Damayanti, disangka mengamankan sejumlah paket proyek di kementerian tersebut. Fulus pelicin pengamanan disetor oleh Abdul sebagai Direktur PT Windu Tunggal Utama. Abdul diiming-imingi proyek tersebut. Mekanisme ini kerap disebut sebagai ijon proyek.
Proyek tersebut berlokasi di Pulau Seram, wilayah Maluku. Pengacara Abdul Khoir, Haerudin Masaro, mengatakan setidaknya terdapat 20 paket proyek di kawasan Pulau Seram, Maluku dan Maluku Utara. Namun ia enggan membocorkan berapa proyek yang dijanjikan oleh Damayanti untuk digarap perusahaan Abdul.
"Nilai proyek paling sedikit Rp30 miliar," kata Haerudin beberapa waktu lalu.
Abdul Khoir, menurut sumber CNN Indonesia, telah mengucurkan sedikitnya Rp40 miliar untuk mengamankan proyek di lokasi tersebut. Duit diduga mengalir ke Damayanti setidaknya Sin$99 ribu dan kolega Damayanti sekaligus anggota Komisi V Fraksi Golkar, Budi Supriyanto, sebanyak Sin$ 404 ribu. Duit untuk Budi diduga diserahkan melalui staf Damayanti, Dessy A Edwin, pada 7 Januari 2016. Dugaan penerimaan ini telah disanggah Budi ketika dikonfirmasi CNN Indonesia.
Selain Budi, informasi yang dihimpun CNNIndonesia.com juga menunjukkan ada dugaan aliran ke anggota Komisi V Fraksi PKB sebanyak Rp8 miliar. Duit dari Abdul ini diserahkan melalui seorang staf ahli DPR. Fulus panas juga mengalir ke anggota Komisi V Fraksi PAN sejumlah Rp8,4 miliar dari Abdul yang disetorkan sebanyak tiga kali yakni Rp2 miliar, Rp1,5 miliar, dan Rp4,9 miliar.
Sumber itu menyebutkan, duit juga diterima oleh Kepala Badan Pelaksanaan Jalan Nasional IX untuk Daerah Maluku dan Maluku Utara Kementerian Pekerjaan PUPR, Amran Hl Mustary. Amran disebut menerima duit sebanyak Rp15,6 miliar dari Abdul yang disetor sebanyak empat kali pada 2015.
Namun, Amran ketika dikonfirmasi usai penyidikan Selasa kemarin pun menyanggahnya. "Tidak ada. Bagaimana itu bisa?" ujar Amran. Amran bahkan berani untuk membuktikan nihilnya penerimaan duit oleh dirinya.
Status Budi, Amran, dan dua politikus Senayan yang lain hingga kini belum menjadi tersangka. KPK masih membutuhkan dua alat bukti yang cukup untuk menyeret mereka.
Damayanti, Dessy, dan staf Damayanti lainnya yakni Julia Prasetya rini ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dijerat melangar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 KUHAP. Sementara Abdul selaku tersangka pemberi suap kepadanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 33 UU Pemberantasan Tipikor.
(bag)