Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Mahasin, mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah mencegah berkembangnya radikalisme dengan cara mengkampanyekan Islam Nusantara kepada dunia, salah satunya melalui pendidikan.
Mahasin menjelaskan, Kementerian Agama mengedepankan pendekatan lembut (soft approach) dalam melakukan tindak pencegahan berkembangnya radikalisme di Indonesia. Pendekatan lembut itu sendiri terbagi dalam empat kegiatan, yakni pendidikan, kampanye Islam Nusantara, pembinaan keluarga, dan menyebarkan para penyuluh agama.
Pendekatan pendidikan, papar Mahasin, dilakukan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir di mana Kementerian Agama giat menyebarkan paham Islam yang berkembang dan lebih cocok dengan budaya di Indonesia, yakni agama Islam yang tidak menggunakan kekerasan, toleran kepada orang lain, dan membangun negara agar menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan hanya dari dalam negeri, tapi juga mengundang (pelajar) dari Rusia, Mesir, Timur Tengah, Malaysia, dan Thailand untuk belajar tentang Islam di Indonesia. Kalau kita dulu belajar Islam ke negara-negara Arab, sekarang kita membalik, kampanye besar-besaran, bagaimana menarik dunia luar untuk masuk ke Indonesia, belajar Islam," ujar Mahasin di Kantor DPP Partai Kebangkitan Bangsa, Jakarta Pusat, Selasa (2/2) kemarin.
Hasilnya, imbuh Mahasin, sekarang ini sudah ada sekitar 500 lulusan sarjana dari hampir semua negara Islam di dunia yang merampungkan studinya mengenai pendidikan Islam yang moderat, santun, dan diamalkan dalam budaya majemuk. "Mungkin yang paling banyak dari Rusia. Di sana ada kota besar, wilayah Kazán. Di situ mayoritas beragama Islam. Ada juga Irak dan Mesir," katanya.
Sedangkan pendekatan kampanye Islam Nusantara, tutur Mahasin, dilakukan dengan bekerja bersama organisasi-organisasi Islam, seperti Nadhlatul Ulama dan Muhammadiyah, Persatuan Islam, Sarekat Islam, pondok pesantren, dan ulama.
"Termasuk dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) pada tahun 2015 itu dengan mengundang tokoh-tokoh daerah dan orang-orang kunci di daerah itu untuk membahas bagaimana Islam di situ. Di 16 titik di Indonesia untuk berbicara bagaimana mengembangkan Islam yang sesuai dengan kondisi di Indonesia, bukan Islam Timur Tengah atau lainnya," katanya.
Mahasin menuturkan, pendekatan pembinaan keluarga dilakukan dengan menyusun kriteria keluarga sakinah, sehingga masyarakat benar-benar memperhatikan keluarganya. "Ada omongan, kalau dulu orang khawatir anaknya menonton film karena pergaulan bebas, kalau sekarang kita khawatir anak kita ikut pengajian karena takut jadi teroris," ujarnya.
Menurut Mahasin, saat ini orangtua harus berhati-hati jika anaknya mau mengikuti suatu pengajian. Para orangtua, imbaunya, bisa menanyakan kepada si anak mengenai tujuan pengajian, siapa pengajar pengajian, siapa kawan pengajian, dan detail lainnya.
"Itu harus diperhatikan. Kalau tidak, pulang dari mengaji, dia (si anak) tidak kenal lagi dengan agama yang dianut oleh kedua orangtuanya. Ini terjadi di beberapa tempat, ketika anak mengkafirkan orangtuanya karena pengajian," katanya.
Pendekatan terakhir, ucap Mahasin, yakni dengan menyebarkan para penyuluh agama. Ia bercerita, beberapa hari ini pihaknya telah mengirim sejumlah penyuluh ke tempat-tempat pengungsian eks anggota organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Para penyuluh ini, tuturnya, dipegangi dua buku yang diterbitkan oleh Kementerian Agama, yakni satu buku tentang bagaimana beragama secara santun dan buku lainnya menjelaskan soal jihad.
"Saya kemarin ke Donohudan, Boyolali, ternyata psikolog yang diserahi untuk menangani eks Gafatar ini mundur, tidak kuat. Lalu, apa yang menyebabkan penyuluh (yang dikirim Kementerian Agama) diterima (eks anggota Gafatar)? Ternyata mereka hanya mengajak mengobrol eks Gafatar ringan, tanpa menanyakan soal agama, karena kalau mengatakan agama, mereka (eks anggota Gafatar) lansgung kabur," ujarnya.
(pit)