Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Rais Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar meminta pemerintah untuk lebih tegas lagi pada kelompok-kelompok sempalan agar kasus bom Bali dan kasus bernuansa SARA tidak terus terjadi.
"Kasus pemboman di Jalan Thamrin Jakarta dan kasus Gafatar merupakan kasus yang bersumber dari pemahaman yang salah terhadap agama," katanya kepada Antara di Surabaya, Kamis (4/2).
Pengasuh Pesantren Miftachussunnah, Kedungtarukan, Surabaya itu menilai kasus bom Thamrin dan kasus Gafatar harus menjadi pelajaran bersama. Menurutnya, di luar dua kasus itu masih banyak kasus lain seperti Al-Zaytun, ISIS, NII. “Dan kelompok lain yang ingin mendirikan khilafah di Negara Pancasila,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Miftachul menyebut kelompok-kelompok sempalan itu terus bergerak dengan seribu satu macam cara. Meski begitu, masyarakat kata dia mudah menyukai hal-hal yang dianggap baru dan aneh.
Kondisi itu membuat setiap kali muncul kelompok sempalan di Indonesia akan selalu mendapatkan pengikut. "Ada orang mengaku nabi, ada pengikutnya. Ada tokoh ingin mendirikan Negara Islam, ada pengikutnya. Ingin mendirikan khilafah, ada pengikutnya. Ada kelompok yang suka mengolok-olok sahabat nabi, juga ada pengikut. Itu karena di sini memang tidak ada radarnya," katanya.
Menurut sebuah penelitian, kata Miftah, sampai saat ini sudah ada 400 orang yang mengaku nabi di Indonesia. "Sudah ada 144 aliran di Jawa Barat yang dinilai sempalan oleh MUI. Belum lagi sempalan-sempalan yang lain. Kalau ini terus dibiarkan, mau jadi apa Indonesia ke depan?," katanya.
Menurut dia, semua pihak hendaknya menjadikan masalah ini sebagai pelajaran. Para ulama tidak boleh lagi hanya memikirkan rebutan umat, karena umat membutuhkan perlindungan akidah. Umat tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tanpa bimbingan.
"Begitu pula pemerintah, tidak boleh membiarkan ulama berjalan sendirian. Kalau aliran-aliran sempalan yang beraneka macam itu dibiarkan, maka ulama akan kewalahan membendung. Kalau perlu, pemerintah lebih tegas lagi menindak mereka, bahkan rancang juga peraturan lebih tegas, seperti Revisi UU Terorisme," katanya.
Ia menyatakan pemerintah tidak perlu takut dengan tuduhan melanggar HAM, sebab HAM itu juga ada batasan tidak boleh melanggar HAM orang lain. "Jangan lupa, tegas, itu artinya juga melindungi, bahkan melindungi masyarakat yang lebih besar," katanya.
Menurut pandangannya, bila semua aliran dibiarkan masuk dengan alasan toleransi, hak asasi manusia, atau supaya dibilang Indonesia negara yang bebas berekspresi, maka justru akan menjadi bom waktu di tengah masyarakat.
(antara)