Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih dalam posisi menunggu pihak kejaksaan menghentikan kasus yang menjerat penyidik senior KPK Novel Baswedan. Pelaksana Harian Biro Humas KPK Yuyuk Andriati menyatakan, pimpinan lembaga belum sampai pada opsi memutasikan Novel dan menepis sejumlah pemberitaan yang menyebut Novel bakal ditempatkan pada sebuah Badan Usaha Milik Negara.
"Pimpinan KPK masih dalam posisi menunggu kasus ini dihentikan. Hal yang menjadi prioritas kami adalah Pak Novel tetap menjadi pegawai KPK," ujar Yuyuk saat dikonfirmasi Selasa (9/2).
Pimpinan KPK, kata Yuyuk, dalam posisi menunggu urusan perkara rampung sebagaimana keinginan Presiden Joko Widodo yang menghendaki perkara Novel segera disudahi. Yuyuk menepis kabar pemecatan dan mutasi Novel.
"Tawaran ke BUMN itu tidak mungkin. Pimpinan KPK tidak akan terpikir untuk melakukan
bargain seperti itu. Kabar itu tidak jelas," kata Yuyuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pimpinan KPK Saut Situmorang sebelumnya mengaku tengah mengkaji lobi dengan pihak Kejaksaan terkait mutasi Novel agar kasus yang menjeratnya dihentikan.
"Masih dibahas (opsi pemecatan Novel Baswedan). Ada pemikiran ke arah situ," kata Saut, Kamis (4/2).
Saut enggan membocorkan siapa pengusul ide ini, apakah Kejaksaan atau internal KPK sendiri. Namun berdasarkan informasi yang dihimpun CNN Indonesia, Novel akan dipindahkan ke BUMN.
"Tapi kan Novel tidak bisa dipaksa, itu pilihan Novel," ujar Saut.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah menggelar pertemuan dengan Jaksa Agung Prasetyo dan Kapolri Badrodin Haiti di Istana Presiden, Jakarta. Juru Bicara Presiden Johan Budi mengatakan, "Jaksa Agung dan Kapolri tadi menjelaskan kalau berkaitan perkara AS, BW dan Novel Baswedan sudah ada kesimpulan akan segera diselesaikan kasusnya, " kata Johan.
Opsi yang ditempuh yakni melalui pengesampingan perkara dan penerbitan surat penghentian kasus. Jokowi juga telah mendengar pelimpahan berkas Novel dan alternatif penyelesaian dengan cara penarikan dakwaan.
"Tentu dengan alasan-alasan yang bisa dibenarkan secara hukum," ujar Johan.
(gil/rdk)