Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah menahan dua eks pejabat Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) yakni Raden Priyono dan Djoko Harsono, Badan Reserse Kriminal Polri akan memanggil paksa tersangka lainnya yang berada di Singapura.
Pemilik lama PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Honggo Wendratno, merupakan salah satu tersangka yang sedang menjalani masa pemulihan selama satu tahun setelah operasi jantung di Singapura.
"Kasus ini sudah mulai sejak 27 April 2015, itu tanggal dari surat LP-nya (laporan polisi). Sekarang sudah kami tingkatkan proses hukumnya dan saya pun akan panggil paksa yang di Singapura jika tidak juga hadir," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Bambang Waskito dalam konferensi pers, Jumat (12/2).
Selama ini Honggo belum pernah menghadiri panggilan pemeriksaan Polri. Tahun lalu, bahkan penyidik yang terpaksa terbang mengunjungi Honggo untuk meminta keterangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang mengatakan pemanggilan paksa itu akan dilakukan melalui Divisi Hubungan Internasional Polri. Polisi akan menerbitkan red notice (permintaan penangkapan) agar Honggo bisa ditangkap oleh kepolisian internasional atau Interpol.
"Kalau sudah tersangka itu bisa kita pakai red notice. Sebenarnya itu sangat mudah," kata Bambang.
Walau demikian, ada faktor lain yang mesti diperhatikan Polri, yakni faktor kemanusiaan. Bambang mengatakan, Polri tidak akan memaksa Honggo untuk hadir.
"Kami bisa pakai jalur Akpol kami yang di Singapura untuk mengecek ke rumah sakit bagaimana kondisinya," kata Bambang. "Apakah dia memang terbaring dengan selang-selang di tubuhnya atau bisa jalan-jalan."
Ketika ditanya mengapa baru sekarang akan memanggil paksa, Bambang hanya menjawab penyidik sebenarnya sudah sejak lama mengupayakan pemeriksaan si tersangka.
Dalam kesempatan ini, Bambang juga secara resmi menyatakan telah menahan dua tersangka lainnya dari pihak BP Migas. Mereka adalah bekas Kepala BP Migas Raden Priyono dan bekas Deputi Finansial Djoko Harsono.
Langkah penahanan, kata dia, dilakukan untuk mempercepat proses hukum yang sedang berjalan.
Selain itu, penyidik juga kini bisa bekerja lebih cepat setelah Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan hasil audit yang menyatakan dugaan korupsi merugikan negara sebesar $2,7 miliar atau setara kurang lebih Rp35 triliun dalam nilai tukar rupiah sekarang.
TPPI diduga mengambil kondensat bagian negara dari BP migas tanpa kontrak yang sah, sehingga terjadi kerugian total dalam proses jual belinya. Selain itu, BP Migas diduga menunjuk TPPI sebagai perusahaan rekanan meski mengetahui kondisi finansialnya sedang bermasalah dan tidak layak.
(yul)