Polisi Tak Mempersoalkan JK Terkait Korupsi Kondensat

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Jumat, 12 Feb 2016 15:12 WIB
Bekas Kepala Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Raden Priyono menyebut nama Jusuf Kalla dua kali dalam berita acara pemeriksaan.
Kilang minyak TPPI Tuban. (ANTARA FOTO/Widodo S. Yusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menyatakan tidak ada masalah pada kebijakan pemerintah terkait penyelamatan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Belakangan setelah kebijakan penyelamatan TPPI, timbul dugaan korupsi kondensat bagian negara.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Bambang Waskito, Jumat (12/2), mengatakan kebijakan hasil rapat yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla itu adalah kebijakan yang baik. Justru, kata Bambang, kasus dugaan korupsi karena TPPI menyalahi kebijakan yang dibuat pada 2008.

Bambang menjelaskan, pada rapat tersebut seluruh pemangku kepentingan dikumpulkan dalam rangka menanggulangi kelangkaan bahan bakar minyak. JK saat itu memerintahkan kondensat agar diolah menjadi migas untuk dijadikan bahan bakar premium, solar dan minyak tanah, memenuhi keperluan dalam negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masalahnya, TPPI malah mengolah kondensat itu menjadi aromatik atau bahan dasar biji plastik.

"Jadi kalau kebijakan Pak JK, Pak Wapres, bagus, tidak ada masalah, memang untuk menangani kelangkaan BBM dalam negeri. TPPI tapi ternyata oleh Pak Honggo (Wendratno, pemilik lama TPPI), tidak diubah sesuai perintah kebijakan," kata Bambang.
Alasan TPPI yang mengolah kondensat menjadi aromatik, kata Bambang, polisi sudah mengantongi keterangan dari para tersangka. Namun, dia menolak untuk menyampaikannya kepada publik.

Bambang mengatakan dampak kebijakan dapat dilihat dari keuntungan yang dihasilkan TPPI setelah dikelola oleh pemerintah, saat ini. Kini, kata dia, perusahaan tersebut berhasil mengurangi impor bahan bakar minyak sampai 25 persen.

"Seharusnya dari dulu seperti itu, tapi ya baru sekarang-sekarang ini. Terimakasihlah pada pengusutan kasus TPPI ini, dengan adanya penegakan hukum akhirnya TPPI dikelola pemerintah dan hasilnya lebih bagus, sangat menguntungkan," kata Bambang.

Sementara itu, pengacara bekas Kepala Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Raden Priyono mengatakan kliennya yang berstatus tersangka sudah menyebut nama JK dua kali dalam berita acara pemeriksaan.

"Kami sudah minta Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai saksi yang meringankan. Tetapi tidak ada panggilan. Ada apa?" kata Supriyadi Adi.

Dia meminta penyidik memanggil JK karena kliennya menunjuk TPPI sebagai perusahaan rekanan dalam rangka melaksanakan kebijakan negara yang dihasilkan rapat itu. Supriyadi menilai penetapan tersangka dan penahanan Priyono tidak adil karena penyidik tidak menyentuh pihak pemerintah.

"Semestinya kalau memang kebijakan yang dipermasalahkan, dilihat ini kebijakan siapa, kenakanlah pasal 55 (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Turut Serta Melakukan Pelanggaran Pidana),

"Kalau memang BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyatakan $27 miliar itu adalah total lost, maka pemerintah yakni lembaga kepresidenan saat itu membuat kebijakan gagal," kata Supriyadi.

Berdasarkan risalah rapat yang dimaksud, JK diketahui memimpin rapat dan memberikan beberapa arahan soal mekanisme bisnis TPPI dan Pertamina.

Hasil rapat yang dilakukan pada pukul 16.50 hingga 17.20 WIB tersebut juga menghasilkan poin bahwa Pertamina akan menyediakan kebutuhan kondensat bagi TPPI dengan harga yang menguntungkan kedua perusahaan.


Penetapan Tersangka Baru

Dalam kasus ini baru tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Selain Priyono, penyidik juga telah menjerat bekas Deputi Finansial BP Migas Djoko Harsono dan pemilik lama TPPI Honggo Wendratno.

Polisi telah menjebloskan Priyono dan Djoko, semalam. Sementara Honggo kini masih dalam keadaan sakit dan mesti dirawat di Singapura.

Bambang mengatakan penyidik masih mengembangkan kasus ini dan akan menetapkan tersangka baru. "Setelah ini kita akan lakukan terus-menerus dan masih mungkin bisa berkembang tambah tersangkanya," kata dia.

Walau demikian, Bambang masih menyimpan nama calon tersangka baru yang diduga terlibat dalam kasus korupsi sebesar Rp35 triliun ini.

TPPI diduga mengambil kondensat bagian negara tanpa kontrak yang sah, sehingga terjadi kerugian total dalam proses jual belinya. Selain itu, BP Migas diduga menunjuk TPPI sebagai perusahaan rekanan meski mengetahui kondisi finansialnya sedang bermasalah dan tidak layak.

(yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER