Komnas HAM Tegaskan Menolak Rencana Hukuman Kebiri

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Senin, 15 Feb 2016 15:07 WIB
Bagi Komnas HAM Pemberian hukuman tambahan dengan pengebirian, baik kimiawi maupun operasi medis, dapat pula dikualifikasi sebagai pelanggaran hak.
Komnas HAM menolak rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Hukuman Kebiri secara kimiawi. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan menolak tegas rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Hukuman Kebiri secara kimiawi.

Wakil Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan pihaknya telah melakukan diskusi terkait hukuman kebiri dengan berbagai pakar, seperti dokter, kriminolog, psikolog, dan pendamping korban kekerasan seksual.

"Kami memandang pemberian hukuman kebiri dikualifikasi sebagai penghukuman keji dan tidak manusiawi sehingga tidak sesuai dengan konstitusi dan komitmen Indonesia dalam bidang HAM," kata Laila saat konferensi pers di Komnas HAM, Jakarta, Senin (15/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi, kata Laila, Indonesia telah mengesahkan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Keji, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui UU Nomor 5 Tahun 1998.

"Pemberian hukuman tambahan dengan pengebirian, baik kimiawi maupun operasi medis, dapat pula dikualifikasi sebagai pelanggaran hak yaitu pelanggaran hak atas persetujuan tindakan medis dan hak atas perlindungan atas integritas fisik dan mental seaeorang," tutur Laila.

Menurut Laila masukan dari para dokter, ahli hukum, dan kriminolog menyatakan sebab kekerasan seksual bukan hanya bersifat medis namun juga psikologis dan sosial.

Selain itu, dinyatakan pula bahwa kekerasan seksual bukan hanya penetrasi alat kelamin. Oleh karena itu, hukuman tambahan pengebirian dinilai tidak efektif mengurangi kasus kekerasan seksual.

"Yang harus dilakukan pemerintah adalah memfasilitasi rehabilitasi bagi pelaku baik secara medis, psikologis, dan sosial, dengan tetap berpedoman pada HAM. Selain itu, juga mematangkan upaya pencegahan kekerasan seksual," kata Wakil Ketua Komnas HAM Roichatul Aswidah.

Adapun, perppu tersebut rencananya akan dikeluarkan pemerintah sebagai perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hukuman tambahan kebiri diatur dalam pasal 81 ayat 4 draf tersebut.

Pasal 81 ayat 4 tersebut berbunyi: "Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu, atau hilangnya fungsi reproduksi, dan atau korban meninggal dunia, maka pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, serta dijatuhi pidana tambahan berupa hukuman kebiri kimia, paling lama sesuai dengan pidana pokok yang dijatuhkan."

Kemudian, keterangan di bawah pasal itu menerangkan bahwa yang dimaksud dengan kebiri kimia adalah memasukkan bahan kimiawi anti androgen, baik melalui pil, atau suntikan ke dalam tubuh pelaku tindak pidana kejahatan seksual dengan tujuan memperlemah hormon testosteron.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan draf peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) kebiri saat ini sudah berada di Kementerian Hukum dan HAM. "Dikaji di Kementerian hukum dan HAM. Akan segera selesai," ujar Puan ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (4/2) lalu.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengatakan tambahan hukuman kebiri yang direncanakan pemerintah sebaiknya dipandang sebagai pengobatan dibandingkan hukuman.

"Ada banyak data dan referensi yang menjelaskan bahwa kebiri dilaksanakan untuk pengobatan agar penjahat seksual berubah, bukan sebagai hukuman," kata Yohana saat konferensi pers di Kementerian PPPA, Jakarta, Senin (2/11).

Ia mengatakan hukuman kebiri dipertimbangkan pemerintah sebagai bentuk perhatian bagi pemulihan korban. Si pelaku difokuskan untuk menjalankan rehabilitasi agar saat kembali ke masyarakat tidak mengulangi perbuatannya. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER