Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Haryadi Budi Kuncoro terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mesin derek (
quay container crane) di PT Pelindo II (Persero), Jumat (19/2).
Penyidik menduga, Haryadi yang merupakan adik mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto, mengetahui proses pengadaan alat berat itu.
Berdasarkan pantauan, Haryadi tiba di kantor komisi antirasuah sekitar pukul 10.00 WIB. Kepada para pewarta, ia tidak mengeluarkan pernyataan apa pun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Haryadi Budi Kuncoro diminta keterangannya untuk tersangka RJL (Richard Joost Lino). Pemeriksaan ini berkaitan dengan jabatannya sebagai Manager Peralatan PT Pelindo II," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha.
Di PT Pelindo II, Haryadi pernah menjabat manajer peralatan. Saat ini, ia menjadi penanggung jawab Direktur Utama PT Jasa Peralatan Pelabuhan Indonesia.
Haryadi sudah pernah diperiksa penyidik KPK pada 9 Februari lalu. Pada tahun 2014, ketika kasus yang menjerat Lino tersebut masih di tingkat penyelidikan, komisi antirasuah dua kali meminta keterangan Haryadi, yakni pada 18 Maret dan 27 Maret.
KPK mengendus, korupsi yang disangkakan kepada Lino dilakukan melalui penunjukkan langsung perusahaan penggarap proyek pengadaan tiga buah quay container crane tahun 2010.
Pengacara Lino, Maqdir Ismail, mengatakan Lino sempat bertemu pimpinan perusahaan asal China, Wuxi HuaDong Heavy Machinery Co., Ltd. (HDHM) sebelum Maret 2010, di Jakarta.
Penyidik KPK menduga pertemuan tersebut menjadi salah satu kunci kongkalikong penggarapan proyek pengadaan mesin derek di PT Pelindo II itu.
Pada pertemuan dengan bos HDHM, Lino disebut meminta perusahaan tersebut mengerjakan proyek pengadaan mesin derek untuk Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Palembang, dan Pelabuhan Pontianak.
Merujuk data praperadilan, Lino menginstruksikan perubahan spesifikasi mesin derek yang dibutuhkan, dari
single lift ke
twin lift. Lino menulis instruksi “
GO FOR TWINLIFT” pada Nota Dinas Direktur Operasi dan Teknik Ferialdy Noerlan bernomor PR.100/I/16/BP-10 tanggal 12 Maret 2010.
KPK juga menduga Lino menunjuk langsung perusahaan tersebut meski tak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Lino memerintahkan, "Selesaikan proses penunjukan HDHM."
Untuk memuluskan penunjukkan, Lino bahkan disebut memerintahkan Kepala Biro Pengadaan PT Pelindo II untuk mengubah aturan pengadaan.
Semula, perusahaan luar negeri tidak dapat mengikuti lelang namun setelah perubahan aturan, HDHM yang berasal dari China dapat mengikuti proses lelang.
Atas dugaan korupsi tersebut, KPK menaksir kerugian negara sebesar US$3,625 miliar atau sekitar Rp49,1 miliar.
Penghitungan itu didasarkan pada laporan audit investigatif Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan dan penghitungan tenaga ahli dari Institut Teknologi Bandung.
Selain itu, kerugian negara juga disebut muncul dari peningkatan kapasitas mesin derek yang semula hanya mampu mengangkat beban 40 ton menjadi 61 ton.
Lino disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(abm)