Pengacara Akui Pertemuan Lino dan Pengusaha China Soal Crane

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Sabtu, 06 Feb 2016 02:38 WIB
"Saya kira tidak ada masalah itu, pertemuan kan biasa dilakukan," kata Maqdir usai menemani Lino mejalani pemeriksaan di Kantor KPK.
Kuasa Hukum RJ Lino, Maqdir Ismail. (CNN Indonesia/Lalu Rahadian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara tersangka korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) RJ Lino, Maqdir Ismail, mengungkapkan kliennya pernah bertemu bos perusahaan asal China, PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery, Ltd (HDHM). Pertemuan terjadi sebelum Maret 2010, di Jakarta.

"Saya kira tidak ada masalah itu, pertemuan kan biasa dilakukan," kata Maqdir usai menemani Lino mejalani pemeriksaan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (5/2).

Namun, penyidik KPK menduga pertemuan menjadi salah satu kunci kongkalikong penggarapan proyek pengadaan pengadaan alat berat itu di PT Pelindo II. Dalam pertemuan, Lino meminta perusahaan tersebut menggarap proyek crane untuk Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak pada 2010.

Ketika dikonfirmasi ke Maqdir, ia menampik tudingan kongkalikong. "Tidak, tidak ada itu. Jangan memfitnah lah," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merujuk data paparan praperadilan KPK, Lino menginstruksikan perubahan spesifikasi QCC yang dibutuhkan dari single lift ke twin lift. Lino melalui memo menuliskan instruksi “GO FOR TWINLIFT” pada Nota Dinas Direktur Operasi dan Teknik Ferialdy Noerlan Nomor : PR.100/I/16/BP-10 tanggal 12 Maret 2010.

KPK juga menduga Lino menunjuk langsung perusahaan tersebut meski tak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Lino memerintahkan, "Selesaikan proses penunjukan HDHM."

Untuk memuluskan penunjukkan, Lino bahkan tak segan-segan memerintahkan Kepala Biro Pengadaan untuk mengubah aturan pengadaan. Semula, perusahaan luar negeri tak dapat mengikuti lelang namun setelah diubang, HDHM yang berasal dari China dimungkinkan mengikuti proses.

Atas tindakan tersebut, KPK menduga ada kerugian negara sebanyak US$3,625 miliar atau sekitar Rp49,1 miliar. Penghitungan itu berdasarkan Laporan Audit Investigatif Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan penghitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain itu, kerugian juga didapat dari peningkatan kapasitas yang semula hanya mampu mengangkat beban 40 ton menjadi 61 ton.

Menanggapi hal ini, Maqdir enggan berkomentar banyak. "Sampai sekarang kan belum ada konfirmasi mengenai itu (kerugian negara). Itu kan perhitungannya masih belum jelas, nanti dilihat secara keseluruhan. Saya kira tidak ada itu (perubahan spesifikasi), semuanya sesuai," ujarnya.

Lino disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (sip)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER