Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengincar kesaksian politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhammad Toha. Anggota Komisi V DPR RI ini diduga mengetahui, menyaksikan, atau mendengar kasus pengamanan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"M Toha diminta keterangannya untuk tersangka AKH (Abdul Khoir, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama)," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha ketika dikonfirmasi, Selasa (23/2).
Abdul adalah tersangka penyuap Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti. M Toha dan Damayanti merupakan kolega di Senayan.
Toha berasal dari daerah pilihan Jawa Tengah V seperti Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Surakarta. Sementara Damayanti yang merupakan Politikus PDIP dapat melenggang ke Senayan setelah menang di daerah pilihan Jawa Tengah IX yakni Tegal, Slawi, dan Brebes.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum Toha, dua politisi partai yang sama juga telah dipanggil KPK namun mangkir dari pemeriksaan. Keduanya adalah Fathan dan Alamuddin Dimyati Rois. Fathan berasal dari daerah pilihan Jawa Tengah II sementara Alamuddin berasal dari daerah pilihan Jawa Tengah I.
KPK menduga Damayanti menerima duit sedikitnya Sin$99 ribu dari Abdul Khoir. Keduanya dicokok dalam operasi tangkap tangan beserta dua kolega Damayanti lainnya Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.
Menurut sumber CNNIndonesia.com, Abdul Khoir juga menggelontorkan sedikitnya RP40 miliar untuk Damayanti, politikus PAN Andi Taufan Tiro, politikus PKB Musa Zainudin, politikus Golkar Budi Supriyanto, dan pejabat Kementerian PUPR.
Sumber itu menyebutkan Musa menerima sebanyak Rp8 miliar dari Abdul yang diserahkan melalui seorang staf ahli DPR, Jailani. Jailani kini juga menjalani pemeriksaan.
Sementara itu, Andi, disebut oleh sumber tersebut, telah menerima duit Rp8,4 miliar yang disetor selama tiga kali yakni Rp2 miliar, Rp1,5 miliar, dan Rp4,9 miliar. Ketika dikonfirmasi usai penyidikan, Andi membantah. "Saya diperiksa jadi saksi. Wah itu tidak benar (penerimaan uang). Saya tidak tahu itu (uang), tidak paham itu (uang yang diterima)," kata Andi di Kantor KPK, Jumat pekan lalu.
Fulus juga diduga mengalir ke Budi Supriyanto sebanyak Sin$404 ribu. Duit untuk Budi diduga diserahkan melalui Dessy A Edwin, pada 7 Januari 2016. Dugaan penerimaan ini telah disanggah Budi ketika dikonfirmasi CNN Indonesia. Budi telah diperiksa satu kali oleh penyidik KPK pada Januari 2016.
Sumber itu menyebutkan, duit juga diterima oleh Kepala Badan Pelaksanaan Jalan Nasional IX untuk Daerah Maluku dan Maluku Utara Kementerian Pekerjaan PUPR, Amran Hl Mustary. Amran disebut menerima duit sebanyak Rp15,6 miliar dari Abdul yang disetor sebanyak empat kali pada 2015. Namun, Amran ketika dikonfirmasi usai penyidikan pun menyanggahnya. Amran bahkan berani untuk membuktikan nihilnya penerimaan duit oleh dirinya.
Fulus yang disebar diduga digunakan untuk mengamankan proyek jalan dan infrastruktur lain di Pulau Seram, kawasan maluku untuk tahun anggaran 2016.
Damayanti, Dessy, dan Julia dijerat melangar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 KUHAP. Sementara Abdul selaku tersangka pemberi suap kepadanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 33 UU Pemberantasan Tipikor.
(bag)