Jakarta, CNN Indonesia -- Yulianis, eks anak buah pemilik Permai Group Muhammad Nazaruddin, membongkar penerimaan
fee proyek dari perusahaan pihak ketiga. Nazar setidaknya menerima Rp40,36 miliar dari dua perusahaan yakni PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya.
"Jadi ada budget yang dikerjakan pihak ketiga, perusahaan itu bukan punya Pak Nazar. Perusahaan itu dapat kerjaan dari Pak Nazar dan bayar
fee beda-beda dari 7,5 persen sampai 22 persen," kata Yulianis ketika bersaksi untuk terdakwa Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/2).
Mekanisme pengajuan fee bermula saat anak buah Nazaruddin di bagian marketing seperti Mindo Rosalina Manulang mendekati sejumlah perusahaan untuk menggarap proyek bersama. Sebagai timbal balik, perusahaan pihak ketiga pun membayar
fee yang telah dinego kepada Nazaruddin. Di saat yang bersamaan, Mindo juga mendekati pihak DPR dan pemerintah untuk melancarkan aksinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fee mulai diterima sejak Nazaruddin menjadi Pelaksana Tugas Bendahara Umum Partai Demokrat sejak tahun 2009 hingga 2011. Namun, tak seluruh fee terealisasi lantaran Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya diperintahkan Pak Nazar menerima fee dari rekannya seperti BUMN, PT NK, PT DGI. Semua dicatat," katanya.
Jika ada yang belum menyetor fee ke rekening Permai Group, Nazar kerap mengingatkan Yulianis untuk menagihnya. Nazaruddin kerap mengecek apabila ia belum menerima laporan dari anak buahnya.
Pemberian
fee dilakukan melalui beragam cara seperti pembuatan kontrak fiktif dengan perusahaan pihak ketiga, cek, atau tunai. "Tahun 2009 bikin kontrak palsu seperti pembelian barang. PT DGI pura-puranya beli barang. 2010 mereka bikin cek," katanya.
Dalam berkas dakwaan, Nazaruddin menerima hadiah berupa 19 lembar cek yang jumlah seluruhnya senilai Rp23,119 miliar yang diserahkan oleh karyawan perusahaan tersebut, Mohamas El Idris.
Sejumlah proyek yang digarap PT DGI melalui Nazaruddin yakni proyek gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayanan (BP2IP) Surabaya Tahap 3, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Daerah Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac Rumah Sakit Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, RSUD Ponorogo, serta imbalan karena telah mengupayakan PT Nindya Karya dalam mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh serta Universitas Brawijaya pada tahun 2010.
"Realiasi proyek tidak semuanya lunas. Masih ada yang belum karena ada kasus tahun 2010," katanya.
Merujuk berkas dakwaan, realisasi pemberian imbalan dari PT DGI dibagi menjadi tujuh bagian. Pertama, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung RS Pendidikan Universitas Udayana tahun 2010 berupa dua cek sebesar Rp1.016.500.000 dan Rp1.198.400.000.
Kedua, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung RS Pendidikan Universitas Mataram tahun 2010 berupa tiga lembar cek senilai Rp1.230.500.000, Rp652.700.000, dan Rp753.800.000.
Ketiga, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung RS Pendidikan Universitas Jambi tahun 2010, berupa lima cek sejumlah Rp856.000.000, Rp941.600.000, Rp1.658.500.000, Rp845.300.000, dan Rp930.956.000.
Keempat, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung BP2IP Surabaya tahap ketiga tahun 2010, berupa tiga lembar cek senilai Rp1.123.500.000, Rp1.374.950.000, dan Rp1.679.900.000.
Kelima, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya tahun 2010, berupa empat cek senilai Rp1.979.500.000, Rp1.177.000.000, Rp1.893.280.000, dan Rp1.530.100.000.
Keenam, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung Cardiac RS Adam Malik Medan tahun 2010 berupa satu lembar cek senilai Rp1.348.679.000.
Ketujuh, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan Paviliun RS Adam Malik Medan tahun 2010 senilai Rp928.113.000.
Selain itu, dia juga didakwa telah menerima uang tunai yang jumlah seluruhnya senilai Rp17,25 miliar dari PT Nindya Karya yang diserahkan oleh pegawai perusahaan Heru Sulaksono. Duit disetor oleh Heru Sulaksono.
Realisasi tersebut diantaranya penyetoran komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya tahun 2010 yang diterima sebanyak empat kali, senilai Rp2 miliar, Rp2 miliar, Rp2 miliar, dan Rp3,2 miliar.
Ada pula realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan Rating School Aceh tahun 2010, diterima sebanyak tiga kali, dan senilai Rp2.458.477.822, Rp2.458.477.822, dan Rp3.073.097.500.
Penyimpanan dan Aliran DuitUang yang diterima pada 2009, disimpan di brankas perusahaan Permai Group. Sementara itu, sejak tahun 2010, brankas dibagi menjadi dua yakni brankas internal dan eksternal.
"Brankas IN (internal) adalah uang operasional kantor sehari-hari bayar gaji, itu dari proyek APBN. Brankas EX (eksternal) itu
fee plus selisih kontrak eksternal dan internal dari proyek yang kami kerjakan," katanya.
Selain disimpan di brankas, duit juga dialirkan ke sejumlah anggota Badan Anggaran DPR RI seperti Angelina Sondakh dan I Wayan Koster. Anggota legislatif lainnya yang disebut menerima
fee yakni Abdul Karding dan Nurul Iman Mustofa.
"Ada untuk Angelina Sondakh, I Wayan Koster untuk dapat anggaran proyek. Kalau untuk panitia proyek (pemerintah) supaya proyek jalannya
smooth, baik, dan tidak diganggu," katanya.
Untuk kasus ini, Nazaruddin diancam pidana dalam pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (primair) serta pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (subsider).
(obs)