Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Direktur Utama PT Pasific Putra Metropolitan, Bayu Wijokongko mengakui bahwa mantan bosnya yakni Muhammad Nazaruddin memiliki peran besar di dalam memenangkan perusahaan pada proyek-proyek di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut Bayu, sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 Nazaruddin dapat melakukan lobi guna memenangkan Pasific Putra dalam pelaksanaan tender yang digelar di beberapa instansi termasuk kementerian dan universitas negeri.
Proyek yang berhasil dimenangkan meliputi tender pengadaan alat di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dan Universitas Sumatera Utara (USU), hingga Institut Pertanian Bogor (IPB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti di Untirta. Intinya, Pak Nazar bisa bantu masalah penganggarannya," ujar Bayu saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk perkara yang menjerat bekas bosnya kemarin.
Bayu diangkat Nazaruddin sebagai Direktur Utama Pasific Putra Metropolitan pada 2011, atau setahun setelah Mantan Bendahara Partai Demokrat ini mengenalnya.
Selain menjabat Dirut Pasific Putra, Bayu adalah bawahan Mindo Rosalina Manulang atau Rosa yang kala itu bertindak sebagai Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara.
Dari akta notaris perusahaan, Pasific Putra sendiri tercatat menginduk pada PT Anugerah Nusantara yang tak lain adalah perusahaan milik Nazaruddin.
Dari sana, Bayu memastikan bahwa ia mengetahui betul mengenai sepak terjang bosnya.
"Pengurus PT Pasific Putra Metropolitan itu ya PT Anugerah Nusantara.
Core bisnisnya mengerjakan proyek-proyek di pemerintahan," imbuh Bayu.
Bayu menjelaskan, dalam memenangkan tender umumnya Nazaruddin dibantu oleh Rosa. Modusnya, Rosa menyiapkan draf yang diminta Nazaruddin mengenai rencana anggaran sejumlah proyek ke DPR.
Menurutnya, praktik yang dilakukan Rosa telah dilakukan berulang kali termasuk proyek pengadaan alat di DPR sejak 2009.
Saat itu, kata dia, Rosa sempat menemui anggota dewan dalam rangka mengurus anggaran proyek dan memastikan proyeknya jatuh ke perusahaan Nazaruddin.
"Supaya anggarannya turun dan proyeknya kami yang dapat," kata Bayu.
Bayu juga mengatakan Nazaruddin kerap menggunakan perusahaan lain untuk menggaet proyek pemerintah. Pada proyek yang dikerjakan di Untirta, katanya, menggunakan PT Putra Utara Mandiri sebagai perusahaan pinjaman PT Anugerah Nusantara meskipun perusahaan pinjaman itu tidak pernah mengerjakan proyek.
Setelah menang, imbuhnya seluruh proses pengerjaan pun diatur oleh perusahaan milik Nazaruddin.
Sedangkan terkait pemenangan tender di Kemenag, katanya bersama Rosa dan Sekretaris Dirjen Pendidikan Islam Affandi Mochtar ia pernah menemui anggota Komisi VIII DPR RI untuk membahas proyek pengadaan alat di madrasah.
Saat itu menurutnya Rosa memberi uang "
support" ke Affandi yang telah memperoleh lampu hijau dari Nazaruddin.
"Pada saat pembahasan, Bu Rosa bawa uang US$50 ribu. Untuk mengikat, istilahnya," kata Bayu.
Sementara pada kasus suap tender di Universitas Sumatera Utara (USU), Nazaruddin menggunakan jasa Gerhana Sianipar, Direktur Utama PT Exartech yang juga merupakan anak perusahaan Nazaruddin.
"Saya pernah ke DPR dua kali. Ketemu Anggie (bekas anggota DPR Fraksi Partai Demokrat). Saya hanya bawa proposal beberapa universitas," kata Gerhana yang juga bersaksi di sidang.
Gerhana mengatakan, dari setiap proyek yang dikerjakan perusahaan milik Nazaruddin tidak pernah mengalami kerugian meskipun mereka pernah juga gagal dalam proses pelelangan.
"Tidak ada yang tidak untung. Untung semua," kata Gerhana.
Dari informasi yang dihimpun CNN Indonesia, Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mencatat terdapat 20 perusahaan yang bernaung di bawah perusahaan induk milik Nazaruddin. Di luar itu, lembaga anti rasuah tersebut juga menyebut terdapat 17 perusahaan pinjaman yang digunakan Nazaruddin untuk memenangkan tender.
(dim/sur)