Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat urung membacakan berkas tuntutan untuk terdakwa Alex Usman di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Alhasil, sidang ditunda hingga sepekan.
"Tadi jaksa belum siap untuk baca tuntutan, jadi ditunda minggu depan. Kalau Pak Alex mau tidak mau harus siap," kata pengacara Alex, Zul Armain, ketika dihubungi Rabu petang (24/2/2016).
Zul tak berharap banyak dari lamanya tuntutan yang bakal diajukan oleh jaksa. Pihaknya pun hanya pasrah.
"Kalau begitu kan tidak bisa untuk harapan. Kalau ditanya pengennya ya maunya bebas," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sidang tuntutan akan digelar pada Rabu depan (2/3) di pengadilan yang sama. Jaksa akan membacakan tuntutan pidana untuk Alex yang terjerat kasus korupsi pengadaan 25 Uninterruptible Power Supply (UPS) pada APBD Perubahan DKI Jakarta Tahun 2014.
Sebelumnya, Kasi Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat ini didakwa merugikan negara hingga Rp81,4 miliar.
Selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut, Alex dianggap memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam proyek pengadaan 25 UPS untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat.
Alex dianggap melancarkan proyek pengadaan UPS meski belum dianggarkan dalam APBD. Perbuatan korupsi, menurut jaksa, dilakukan bersama dengan Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima Harry LO, Direktur CV Istana Multimedia Center Harjadi, Direktur Utama PT Duta Cipta Artha Zulkarnaen Bisri, Kasi Prasarana Suku Dinas Jakarta Pusat Zanal Soelaman, dan anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta sekaligus anggota Badan Anggaran Fahmi Zulfikar Hasibuan.
Alex bersama dengan pimpinan perusahaan dan Fahmi menggelar rapat. Fahmi menyanggupi akan memperjuangkan anggaran untuk pengadaan UPS. Jika berhasil maka Fahmi meminta jatah tujuh persen sebagai fee dari pagu anggaran Rp300 miliar.
Meski tak pernah dibahas dalam rapat anggaran, UPS pun akhirnya mencuat dalam APBD Perubahan Tahun 2014. Di situ, tertulis pengadaan UPS untuk 25 SMA atau SMK senilai Rp150 miliar. Dalam pelaksanaannya, Alex Usman memenangkan perusahan milik Harry sebagai penggarap proyek tersebut.
Setelah proses pengerjaan UPS rampung, Sari Pitaloka selaku Marketing PT Offistarindo Adhiprima sekaligus anak buah Harry menyerahkan duit Rp 21 miliar sebagai duit fee yang dibungkus kertas warna coklat kepada satpam Alex, Ahmad Marzuki, pada Agutus hingga Desember 2014. Penyerahan dilakukan beberapa kali di dalam mobil Nissan Extrail warna hitam bernomor B 1110 BFJ yang ditumpangi Sari. Setelah itu, duit diberikan kepada Alex Usman oleh keponakannya bernama Devita.
Selain itu, Alex juga menerima duit Rp4 miliar sebagai ucapan terima kashi dari Sari Pitaloka. Rekan Alex, Zanal Soelaman, juga diberi Rp4 miliar.
Alex dijerat pidana dalam pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU N0. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU N0. 20 Tahun 2001 tentang perubahaan atas UU N0.31 Tahun 1999 Tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini bermula saat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengendus penganggaran UPS tidak sesuai dengan kriteria nota kesepahaman 2014. Menurut Ahok, UPS tak lebih mendesak dibanding rehabilitasi gedung sekolah. Alhasil Ahok melaporkan keanehan tersebut ke Badan Reserse Kriminal Polri.
(yul)