Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri akan segera melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi pengadaan bahan bakar minyak jenis high speed diesel (HSD) Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Ini sudah proses penyelesaian berkas untuk bisa segera limpahkan ke jaksa. Mudah-mudahan segera," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Agus Rianto di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (24/2).
Agus mengatakan penyidik sudah memeriksa 30 saksi termasuk ahli-ahli. Selain itu, tersangka bekas Direktur Energi Primer PLN Nur Pamudji pun sudah dimintai keterangannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah diperiksa, jadi kami sudah siapkan berkas untuk pelimpahan tahap I. Ini kan sudah lengkap secara pemberkasan, alat bukti sudah, tersangka sudah, tinggal penyempurnaan," kata Agus.
Kasus berawal pada 2010 saat PLN menunjuk PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) untuk mengadakan HSD selama empat tahun. Pada kenyataannya, TPPI hanya bisa memenuhi satu tahun pengadaan HSD dari jangka waktu yang sudah disepakati dalam kontrak.
Setelahnya, perusahaan tersebut justru melemah dan tidak lagi mampu meneruskan perjanjian. Selain itu, berdasarkan penilaian tim verifikasi PLN, TPPI dinyatakan tidak layak memasok HSD karena sedang bermasalah.
Karenanya, penyidik menduga ada pelanggaran peraturan dalam penunjukan perusahaan itu. Polisi menjerat Nur Pamudji selaku pihak pengguna barang yang dipermasalahkan.
Kasus ini adalah pengembangan dari kasus dugaan korupsi kondensat yang melibatkan TPPI dan Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) yang merugikan negara sebesar Rp35 triliun. Selain itu, penyidikan juga sempat menyeret nama bekas Direktur Utama PLN Dahlan Iskan sebagai saksi.
Pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, menilai kebijakan kliennya dalam rangkaian peristiwa terkait kasus ini sebagai terobosan. Dia menjelaskan, PLN membutuhkan 10 juta ton pembangkit listrik di seluruh Indonesia sejak 2010, dan sebelum itu pembangunannya langsung ditunjuk tanpa tender.
“Itu (penunjukan tanpa tender) lebih mahal. Kemudian minta ke Pertamina untuk diturunkan harganya. Oleh karena Pertamina memiliki keunggulan, pada tahun 2010 dicoba sesuatu yang baru,” ujar Yusril.
Saat itu akhirnya diputuskan pembangunan pembangkit listrik dilakukan melalui tender. Dari 9 juta ton, 7 ton dibeli langsung ke Pertamina, sedangkan 2 juta ton dilempar ke perusahaan lokal dan asing melalui tender.
“Apabila perusahaan asing menang, itu tidak serta-merta menang, tapi ditawarkan dulu ke produsen lokal. Dibagi dalam lima lokasi dengan jumlah 2 juta ton. Empat tender dimenangi Shell, satu oleh Pertamina," kata Yusril.
Akhirnya, ujar Yusril, tender ditawarkan dulu ke Pertamina dan TPPI. TPPI kemudian mendapat dua tender, dan Pertamina dua tender.
“Harga konvensional lebih mahal, harga tender lebih murah. Terobosan itu diambil supaya harga tender lebih murah. PLN diuntungkan,” kata Yusril.
(pit)