Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Resor Jayawiyaya, Papua, memeriksa pastor sekaligus aktivis hak asasi manusia, John Jonga, sebagai saksi kasus dugaan makar dalam peresmian kantor Gerakan Pembebasan Papua atau United Liberation Movement for West Papua (UWLP) di Wamena, beberapa waktu lalu.
“Saya sudah di ruangan Reserse Kriminal Polres Jayawijaya,” kata Pastor John kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/2).
Pastor John ialah salah satu orang yang menyaksikan dan menghadiri peresmian kantor Pembebasan Papua di Wamena. Peraih Yap Thiam Hien Award 2009 itu menjadi salah satu tamu undangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Pastor John, dia diundang hadir untuk memberkati peresmian kantor Dewan Adat Wamena, bukan Gerakan Pembebasan Papua.
“Tapi waktu saya datang, saya lihat ada satu plang itu (Gerakan Pembebasan Papua). Saya dititipi untuk memberkatinya juga,” kata John.
Setelah acara rampung, ujar John, Kapolres Jayawijaya datang dan menyuruh plang itu diturunkan untuk dibawa ke kantor polisi.
John juga ditanya oleh Komando Distrik Militer Wamena mengenai pemasangan plang itu. John pun memberikan jawaban serupa, tidak tahu bahwa pemberkatan kantor Dewan Adat jadi satu dengan Gerakan Pembebasan Papua.
Sebelumnya, Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih Letkol Inf Teguh Puji Rahardjo mengatakan peresmian kantor Gerakan Pembebasan Papua di Wamena dilakukan dengan mengelabui masyarakat.
Kantor yang semula hendak diresmikan, kata Teguh, sesungguhnya adalah kantor Dewan Adat Papua.
“Kami tahu organisasi itu (Gerakan Pembebasan Papua) terlarang. Setelah Kepolisian dan pemerintah daerah bernegosiasi, akhirnya plang mereka kami copot,” kata Teguh.
Teguh menyebut setidaknya 400 orang warga Wamena tertipu oleh Gerakan Pembebasan Papua. “Mereka niatnya menyelamatkan Dewan Adat Papua, tapi dalam pelaksanaannya ditunggangi sekelompok oknum dari ULMWP.”
Polres Jayawijaya, sebelum memeriksa Pastor John hari ini, telah memeriksa saksi-saksi lain. Koordinator kegiatan pun, menurut Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw, dimintai pertanggungjawaban karena Gerakan Pembebasan Papua tak diizinkan berdiri di Indonesia.
Pastor John berpesan, pemerintah Republik Indonesia hendaknya meredakan ketegangan di Papua dengan mengusut tuntas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di provinsi paling timur Indonesia itu.
(agk)