Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones mengatakan, pengejaran kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso alias Abu Wardah yang dilakukan Polri tidak akan mengurangi risiko serangan teror di Jakarta.
"Kalau Santoso besok ditangkap, tidak berarti resiko di Jakarta akan berkurang. Itu dua hal yang berbeda," kata Sidney saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com di Wisma Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, tahun lalu kepolisian menggelar empat jilid operasi bersandi Camar Maleo untuk mengejar pimpinan Mujahidin Indonesia Timur itu. Namun, hingga kini Santoso tidak kunjung tertangkap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Sidney berkata, berbagai operasi yang dilaksanakan kepolisian untuk melumpuhkan kelompok Santoso telah berdampak. Hal itu, menurutnya, dibuktikan dengan penangkapan lebih dari 20 terduga anggota Mujahidin Indonesia Timur.
Kemarin, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto mengumumkan, kontak tembak antara personel Polri dan kelompok Santoso terjadi di Uwe Pokaihaa, Desa Torire, Kecamatan Lore, Poso, Sulawesi Tengah.
Peristiwa berawal dari informasi hasil pengembangan penyelidikan kontak tembak sebelumnya yang terjadi pada 9 Februari.
Agus berkata, seorang anak buah Santoso tewas pada peristiwa itu. Di lokasi kontak tembak, kepolisian menemukan dua pistol, tiga senjata laras panjang rakitan, satu handy talky, satu alat sistem pemosisi global, satu flashdisk, lima lembar peta, 15 bom lontong, sepuluh bivak, tujuh tenda dan 20 karung beras.
Kepala Korps Brigadir Mobil Inspektur Jenderal Murad Ismail sebelumnya mengaku kesulitan dalam menangkap Santoso. Ia menuturkan, untuk mencapai persembunyian Santoso, para personelnya harus mempuh medan yang berat.
"Gunung (di Poso) itu berlapis-lapis. Tidak seperti di Aceh," ujar Murad, Sabtu (20/2), seperti dikutip Antara.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan juga mengutarakan hal serupa. Menurut Luhut, pengejaran Santoso seperti bermain petak umpet. "Kalau operasi gerilya, di seluruh dunia tidak akan pernah cepat. Daerahnya begitu luas, orangnya cuma 30 orang. Ya kami kejar-kejaran seperti petak umpet," kata Luhut saat ditemui di rumahnya, Jakarta, Sabtu (20/2).Setelah masa Operasi Camar Maleo berakhir, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah melanjutkan pengejaran kelompok Santoso dengan menggandeng TNI melalui Operasi Tinombala.
Operasi yang dimulai pada 10 Januari 2016 itu menargetkan untuk melumpuhkan Santoso dan kelompoknya di Poso dalam waktu 60 hari.
(abm/rdk)