Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat hari ini, Senin (7/3), menggelar sidang perdana gugatan masyarakat pada 18 anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Gugatan ini terkait ketidakjelasan hasil sidang MKD dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran etik mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Penggugat yang terdiri dari 17 anggota masyarakat dari berbagai profesi ini telah mengajukan gugatan sejak 30 Desember 2015 dengan perkara nomor 620/Pdt.G/2015 di PN Jakarta Pusat.
Kuasa hukum penggugat, Sugeng Teguh Santoso mengatakan, ketiadaan putusan pada kasus dugaan pelanggaran etik Setya bisa dinilai sebagai kekebalan hukum MKD pada politikus Partai Golkar itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ada putusan resmi, itu bisa menjadi alat bukti untuk Kejaksaan Agung memeriksa dugaan pelanggaran yang dilakukan Setya Novanto. Tapi kalau seperti ini tidak bisa diperiksa karena tidak ada buktinya," ujar Sugeng, Senin (7/3).
Sugeng mengungkapkan, dalam sidang ini para penggugat meminta MKD untuk meneruskan proses persidangan sampai ada putusan yang menegaskan bahwa Setya terbukti melakukan pelanggaran. Penggugat juga meminta para tergugat untuk meminta maaf secara terbuka kepada para penggugat dan publik melalui media massa nasional.
"Tindakan MKD yang tidak membuat putusan adalah tindakan melanggar hukum karena melalaikan kewajiban membuat putusan," katanya.
(Baca Fokus:
Setelah Setya Novanto Mundur)
Sebanyak 18 anggota MKD yang digugat dalam sidang adalah Surahman Hidayat, Kahar Muzakir, Junimart Girsang, Sufmi Dasco Ahmad, A Bakri, Adies Kadir, Achmad Dimyati Natakusumah, Muhammad Prakosa, Guntur Sasono, Darizal Basir, Sarifuddin Sudding, Sukiman, Risa Mariska, Ridwan Bae, Maman Imanulhaq, Supratman Andi Agtas, Victor Laiskodat, dan Akbar Faizal.
"Pihak yang kami gugat ini harus hadir. Kalau tidak hadir berarti tidak ada itikad baik. MKD harus memutus pemeriksaan Setya Novanto," tuturnya.
(Baca Fokus:
Memutus Perkara Setya Novanto)
Setya dilaporkan ke MKD oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said lantaran diduga meminta jatah saham PT Freeport Indonesia. Setya juga disebut mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Atas laporan itu, kasus etik Setya bergulir di MKD. Sejumlah saksi dipanggil, termasuk Sudirman Said dan Presiden Direktur Freeport saat itu Maroef Sjamsoeddin.
Sesaat sebelum MKD membuat keputusan, Setya menyatakan mundur dari jabatan Ketua DPR, 16 Desember 2015. Langkah Setya tersebut membuat MKD tak mengambil keputusan atas sidang etik yang telah mereka lakukan.
“Jadi kami memutuskan menerima pengunduran diri Setya Novanto, itu keputusannya,” kata Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Sufmi Dasco Ahmad, 16 Desember lalu.
(rdk/rdk)