Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas asisten pribadi anggota DPR Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso, mengaku ada permintaan kado lebaran untuk memuluskan proyek listrik di Kabupaten Deiyai, Papua. Permintaan itu mencuat setelah Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai Irenius Adii ingin proyek listrik dilangsungkan.
Fakta ini mencuat saat jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan Berita Acara Pemeriksaan Rinelda pada 28 Oktober 2015. "Saya bacakan Berita Acara Pemeriksaan, 'Saya (Rinelda) ditanya Dewie bagaimana laporan? Dewie juga tanya bagaimana kado lebarannya?' Apakah betul?" tanya jaksa Kiki Ahmad Yani kepada Rinelda di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/3).
Membenarkan pernyataan jaksa berdasar BAP, Rinelda menjawab, "Betul."
Lebih jauh, Rinelda menjelaskan Irenius sempat bercerita soal gelapnya Papua dan kebutuhan listrik di sana. "Irenius menyatakan Papua sangat gelap. Terus Bu Dewie berbicara ke Pak Menteri (Sudirman Said) untuk minta bantuan listrik," kata Rinelda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam momen berbeda, Rinelda juga mengungkapkan ada permintaan fulus pelicin karena tak ada bantuan yang gratis dari anggota parlemen.
"Irenius dan Setiadi (pengusaha) mau memberikan 7 persen dari nilai proyek tapi Bu Dewie minta 10 persen," kata Rinelda.
Dewie adalah anggota Komisi Energi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pimpinan Sudirman Said ini merupakan mitra kerja Komisi Energi. Dewie disebut menerima suap dari Irenius dan Setiadi sebagi pihak swasta.
Fulus ini digunakan untuk melicinkan pembahasan anggaran proyek pembangkit listrik di Bumi Cendrawasih. Anggaran dibahas oleh DPR dan Kementerian ESDM. Jika disetujui kedua belah pihak maka proyek ini dapat diselenggarakan.
Merujuk berkas dakwaan, saat rapat tanggal 8 April 2015 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Dewie sempat menyampaikan kepada Sudirman bahwa Kabupaten Deiyai sangat membutuhkan listrik. Menanggapi hal itu, Sudirman menyarankan agar Irenius memasukkan proposal ke Kementerian ESDM.
"Irenius menyerahkan proposal ke Pak Menteri," ucap Rinelda.
Dewie kemudian meminta Irenius mempersiapkan dana pengawalan anggaran atau fee proyek untuk memuluskan. Irenius menyanggupinya dengan besaran fee sebanyak 7 persen dari Rp50 miliar.
Pertemuan pun digelar untuk menyetorkan duit suap di Mall Kelapa Gading, Jakarta, pada 20 Oktober 2015. Irenius menyerahkan duit sekitar Rp1,75 miliar dalam bentuk dolar Singapura. Duit bersumber dari kantong Setiadi.
Duit belum diserahkan ke Dewie, ketiganya lebih dulu dicokok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di tempat berbeda, KPK juga segera menangkap Dewie bersmaa staf ahlinya bernama Bambang Wahyu Hadi.
Sementara itu, Sudirman ketika bersaksi untuk Dewie di Gedung KPK menampik ada duit yang mengalir ke Kementerian ESDM. Ia juga mengungkapkan proyek listrik usulan Dewie Limpo belum dianggarkan di kementerian yang dipimpinnya.
"Itu belum masuk anggaran 2016 karena September pengajuan proposal dan belum terpenuhi, kita jawab Oktober," kata Sudirman.
Hal senada juga diucapkan Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konversi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rida Mulyana. "Tidak ada (alokasi anggaran). Belum pernah (dibahas). Yang saya tahu, proyek itu, untuk kasus Bu Dewie, tidak ada di kita," kata Rida usai diperiksa penyidik KPK.
Dari tindak pidana tersebut, jaksa menjerat Irenius dan Setiadi dengan pasal 5 ayat 1 huruf a huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Sementara Dewie Limpo bersama Rinelda dan Bambang diduga menerima suap dan melanggar pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
(sip)