Pemerintah Diskriminatif, Sopir Angkutan Kalah Bersaing

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Senin, 14 Mar 2016 14:25 WIB
Salah sopir bajaj, Ahmad Budi menyatakan mobil rental berbasis aplikasi online membuatnya kehilangan pendapatan hingga 50 persen setiap hari.
Aksi unjuk rasa ribuan pengemudi angkutan darat di depan Istana Negara, Jakarta Pusat. Mereka mendesak pemerintah menghapus aplikasi online bagi kendaraan plat hitam yang beroperasi sebagai angkutan umum. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ratusan pengemudi angkutan umum berdemontrasi memprotes kemudahan yang diperoleh pemilik mobil rental lewat aplikasi online. Salah satu sopir taksi Blue Bird, Marzuki mengatakan pemerintah bertindak diskriminatif.

Menurut Marzuki, kendaraan plat hitam yang menggunakan aplikasi online diperbolehkan mengangkut penumpang tanpa adanya izin operasi. Selain itu pemilik mobil rental menurutnya tidak memiliki KIR dan tidak membayar pajak angkutan.

"Tapi kalau kami semua dituntut untuk bayar (pajak), telat sedikit mobil kami dikandangi (dilarang beroperasi). Itu yang membuat ketidakadilan. Karena itu kami menuntut keadilan," kata Marzuki saat mengikuti unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (14/3).
Perlakuan diskriminatif ini, kata Marzuki, membuat mobil rental berbasis aplikasi online bisa memberikan tarif yang lebih murah. akibatnya, konsumen beralih ke mobil rental berbasis aplikasi online. Akibatnya membuat pendapatan sopir taksi berkurang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kondisi itu bukan hanya dialami sopir taksi. Salah satu pengemudi bajaj, Ahmad Budi juga mengeluhkan adanya kendaraan plat hitam yang dijadikan angkutan umum dengan aplikasi online. Dia kehilangan pendapatan hingga 50 persen setiap hari.

"Angkutan enggak resmi plat hitam tapi dengan mudahnya dia angkut penumpang," kata Ahmad.
Dia mengatakan, seharusnya pemerintah bertindak adil terhadap para sopir angkutan umum. Persoalannya, kata Ahmad, kendaraan plat hitam tidak boleh beroperasi sebagai angkutan umum. Mereka tidak memiliki izin usaha, KIR, dan lainnya.

"Seharusnya kalau mau bersaing, persaingan itu harus sehat. Pemerintah jangan diskriminatif," katanya.

Sebelum adanya transportasi berbasis online, Ahmad bisa mengantongi pendapatan per hari hingga Rp200 ribu. Kini, dia kesulitan untuk mengejar setoran yang mencapai Rp120 ribu.

"Pendapatan jauh berkurang, sekitar 50 persen. Biasanya sebelum ada aplikasi dapat Rp100-200 ribu per hari, sekarang susah, Rp50 ribu sehari. Kami sangat menolak aplikasi ini," ujar Ahmad.

Dia mengaku pernah menggunakan aplikasi, tapi penghasilannya justru merugi. Para pelanggan memilih menumpang ojek atau taksi uber karena lebih murah ongkosnya. Menurutnya, sopir dapat penumpang satu saja sudah untung.
"Sekarang larinya pada ke Gojek yang murah. Langganan saya yang bajaj sekarang larinya juga ke Grab Car, mereka cari yang murah," kata Ahmad.

Pengemudi angkutan umum di Jabodetabek hari ini akan menggelar mogok massal. Penghentian operasi ini dilakukan sebagai bentuk protes akan keberadaan angkutan pelat hitam berbasis aplikasi telepon pintar. (yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER