Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti divonis masing-masing 3 dan 2,5 tahun penjara. Keduanya terbukti menyuap tiga hakim serta satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dan eks Sekjen NasDem Patrice Rio Capella.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Gatot Pujo Nugroho selama tiga tahun dan terdakwa Evy Susanti selama 2 tahun dan enam bulan dan denda masing-masing Rp100 juta yang apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan tiga bulan," kata Hakim Sinung Hermawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/3).
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk Gatot dan Evy dengan hukuman masing-masing 4,5 tahun dan 4 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan.
Menurut hakim, vonis tersebut patut diberikan berdasar pertimbangan yang meringankan dan memberatkan. Pertimbangan memberatkan diantaranya mereka dianggap tidak mendukung program memberantas korupsi sementara yang meringankan adalah membuka perkara lain yang berkaitan, menyesali, dan belum pernah dihukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vonis diambil setelah sedikitnya 17 saksi dihadirkan beserta barang bukti dokumen, percakapan telepon, dan sadapan pesan pendek, serta bukti lainnya.
Keduanya terbukti menyuap sesuai dengan dakwaan pertama alternatif kesatu dan dakwaan kedua. Dakwaan pertama yakni suap pada tiga hakim dan satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Keduanya terbukti memberikan fulus US$27 ribu dan Sin$5 ribu untuk memenangkan gugatan di pengadilan tersebut. Dalam melancarkan aksinya, dua orang ini dibantu pengacara kondang OC Kaligis dan anak buahnya bernama M Yagari Bhastara alias Geri.
"Terdakwa dua (Evy) berkomunikasi intensif dengan M Yagari Bhastara dan terdakwa satu (Gatot). Geri meminta hakim untuk mengabulkan gugatan," kata Hakim.
Atas fulus pelicin tersebut, tiga majelis hakim yakni Hakim Amir Fauzi, Hakim Dermawan Ginting, dan Hakim Tripeni Irianto mengabulkan gugatan yang diajukan pihak pemerintah Sumatra Utara. Alhasil, penyidikan di Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara dan Kejaksaan Agung soal kasus korupsi bantuan sosial yang diduga dilakukan Gatot pun terhenti.
Upaya menghentikan penyidikan di Kejaksaan terendus KPK. KPK berhasil mencokok tiga hakim tersebut serta panitera Syamsir Yusfan dan M Yagari Bhastara. Kelima orang ini ditangkap pada Juli 2015 saat bertransaksi suap di Kantor PTUN Medan. Terkait suap, Gatot meyakini bukan dirinya yang berinisiatif melainkan pengacaranya.
Lebih jauh, sesuai dakwaan kedua, Gatot dan Evy terbukti menyuap eks Politikus NasDem Patrice Rio Capella. Duit "makan siang dan ngopi-ngopi" ini diduga diberikan dengan maksud agar Rio membantu Gatot untuk berkomunikasi dengan Jakaa Agung HM Prasetyo. Komunikasi dengan Prasetyo diharapkan berujung pada pengamanan kasus bansos di Kejaksaan dengan tersangka Gatot.
Rio Capella sebagai anggota NasDem dinilai mampu melobi Jaksa Agung Prasetyo yang dulu pernah menjadi kader partai yang sama. Rio menerima Rp200 juta dari Evy melalui anak buah Kaligis bernama Fransisca di Kafe Hollywood, Kartika Chandra, Jakarta.
Menanggapi vonis, Gatot dan Evy mengaku pasrah dan tak akan mengajukan banding. "Saya beserta istri setelah berdiskusi dengan penasihat hukum, dengan permohonan maaf kepada masyarakat Sumatra Utara, kami menerima putusan hakim," kata Gatot.
Hal senada diucapkan oleh Evy. "Saya menerima putusan," ujar Evy.
Sementara itu, jaksa KPK masih akan memikirkan dan berkonsultasi dengan pimpinan untuk memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak. "Terhadap putusan kami pikir-pikir," kata Jaksa Irene Putri di penghujung sidang. Artinya, tim KPK mempunyai waktu selama tujuh hari untuk menentukan sikap.
Gatot dan Evy dinilai terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
(sip)