Jadi Kepala BNPT, Tito Diminta Tak Langgar HAM

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Rabu, 16 Mar 2016 22:35 WIB
Menurut Kontras, saat menjabat Kepala Polda Papua, Irjen Tito Karnavian tidak lepas dari kasus dugaan pelanggaran HAM.
Irjen Tito Karnavian dilantik menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/3). (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan, penunjukan Inspektur Jenderal Tito Karnavian menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme seharusnya disertai penilaian jejak rekam karier.

Peneliti Kontras, Puri Kencana, mengatakan hak asasi sejumlah warga Papua terlanggar ketika Tito menjabat Kepala Polda Papua.

"Beberapa warga Papua harus menjadi korban atas dalih keamanan dan stabilitas negara. Ini menjadi catatan buat Tito," ujar Puri di Jakarta, Rabu (16/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Puri mengatalan, Tito perlu membuktikan akuntabilitasnya pemberantasan terorisme. Apalagi, kata dia, Tito ditunjuk menjadi Kepala BNPT tanpa proses uji kelayakan dan kepatutan.

Menurut Puri, Tito juga harus berhati-hati jika ingin mendirikan penjara khusus narapidana terorisme. Penjara itu, kata Puri, harus tetap menghormati hak asasi manusia.

Puri khawatir, wacana pendirian penjara itu akan berujung seperti penjara milik Amerika Serikat di Teluk Guantanamo.

"Kalaupun penjara itu dibuat agar isu radikalisme tidak tersebar ke tahanan lain, seharusnya ada mekanisme pengawasan berlapis," tutur Puri.
Sebelumnya, Tito menyebut tiga tugas yang harus ia jalankan di BNPT.
"Pada intinya, ada tiga tahapan yakni pencegahan, penindakan hukum, dan rehabilitasi pasca penegakkan hukum," kata Tito.

Dari ketiganya, ujarnya, domain terpenting berada pada ranah pencegahan dan rehabilitasi. Dia menilai diperlukan adanya koordinasi antarlembaga untuk menjalankan ketiga fungsi tersebut.

Tito juga menilai perlunya sebuah penjara khusus dengan penjagaan keamanan maksimum (maximum security prison) bagi pelaku teror yang tidak bisa berubah sama sekali.

"Perlu ada maximum security prison di mana dia tidak bisa memengaruhi yang lain," kata Tito.

Selain itu, ujarnya, penjara dengan penjagaan khusus itu dibutuhkan agar pelaku teror tertentu tidak bisa melakukan komunikasi sangat bebas sehingga bisa melakukan perencanaan dari dalam penjara.
(abm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER