Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berencana mengirim surat kepada Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Surat tersebut merupakan bagian dari upaya pengungkapan kasus dugaan pelanggaran HAM tahun 1965.
Ketua Komnas HAM Nur Kholis menuturkan, melalui surat tersebut lembaganya ingin meminjam sejumlah dokumen pemerintah Amerika Serikat yang merekam kejadian di seputar Tragedi 1965.
"Itu kan dokumen lama yang boleh diakses oleh publik karena sudah lewat 10 tahun. Karena ini menyangkut negara lain, maka butuh surat resmi," ucapnya di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (17/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nur memaparkan, dokumen-dokumen tersebut nantinya akan digunakan untuk melengkapi informasi sementara yang telah terkumpul. Namun, Nur tidak menjamin data seputar Tragedi 1965 itu akan menjadi permulaan penyelidikan.
"Tergantung nanti, apakah kasus 1965 itu diselesaikan melalui rekonsiliasi atau penegakan hukum. Kalaupun rekonsiliasi, dokumen itu tetap penting, semakin lengkap bahan yang kami miliki, itu semakin baik," ujarnya.
Lebih dari itu, Nur mengaku telah berkomunikasi dengan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan tentang rencana pengiriman surat kepada Obama.
Melalui surat tersebut, Komnas HAM menyebut perwakilan pemerintah Amerika Serikat berkontak dan berkolaborasi dengan pejabat Indonesia untuk mengidentifikasi orang-orang yang terduga anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia.
LokakaryaPertemuan Komnas HAM dan Luhut siang tadi turut membahas rencana lokakarya penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran HAM, antara lain Tragedi 1965, kasus penembakan misterius, Peristiwa Talangsari, Semanggi I dan II, kasus Trisakti serta penghilangan orang secara paksa.
Mantan Kepala Staf Teritorial TNI dan anggota MPR dari fraksi TNI-Polri, Mayor Jenderal (Purn) Agus Widjojo, disebut akan menjadi salah satu pelaksana wacana lokakarya itu.
Agus berkata, lokakarya merupakan upaya pemerintah mensosialisasikan konsep rekonsiliasi. Menurutnya, penyelesaian pelanggaran HAM selama ini sulit terwujud karena tidak konsep rekonsiliasi tidak familiar bagi kelompok tertentu di Indonesia.
"Lokakarya itu adalah tawaran pembelajaran konsep rekonsiliasi yang bisa mendukung langkah penyelesaian berikutnya," kata Agus kepada
CNNIndonesia.com.
Agus menuturkan, tidak hanya para pejabat negara, pemerintah juga juga akan mengundang keluarga korban pelanggaran HAM ke lokakarya itu.
Peneliti senior Centre for Strategic and International Studies itu berkata, pemerintah ingin mengumpulkan kesaksian untuk mengungkap fakta secara menyeluruh.
Agus berujar, lokakarya yang akan dipimpin Kemenko Polhukam itu masih dalam tataran gagasan. Pemerintah, kata Agus, masih harus membuat perencanaan konkret, seperti kerangka acuan.
(abm)