Jakarta, CNN Indonesia -- Permasalahan gizi buruk di Indonesia ternyata tidak memandang lapisan masyarakat. Tingkat ekonomi maupun pendidikan tinggi tak luput dari masalah gizi. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, 12.4% penderita gizi berlebih dari golongan paling kaya dan 14% dari paling miskin. Sementara, penderita gizi buruk 27%nya adalah golongan paling kaya dan 42% dikategorikan paling miskin.
"Tidak jauh berbeda antara yang kaya dan miskin, siapa saja bisa terkena permasalahan gizi," kata Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Minarto, saat temu media di Kementerian Kesehatan, Jumat (18/3).
Tingginya tingkat pendidikan juga tidak menjamin bebas dari ancaman gizi buruk. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Dokter Anung Sugihantono mengatakan pengetahuan tentang gizi tidak memiliki kaitan dengan pendidikan formal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Literasi pendidikan formal tidak sejalan dengan perilaku masyarakat. Tidak selalu mereka yang berpendidikan tinggi mampu memilih, mengolah, dan menyajikan makanan dengan benar." kata Anung.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015, konsumsi terbesar yakni karbohidrat sebanyak 24%, makanan instan sejumlah 13%, disusul konsumsi rokok dan alkohol.
Data ini menunjukkan konsumsi masyarakat Indonesia tidak sehat. Tidak semat-mata soal makanan, Anung menambahkan, masalah gizi juga terkait dengan aktivitas fisik seperti berolahraga.
Saat ini Kementerian Kesehatan tengah mengupayakan upaya pencegahan langsung dengan metode kesehatan dan pencegahan tidak langsung menggunakan metode non-kesehatan. Mulai dari meningkatkan pemahaman masyarakat dan mengubah pola perilaku hidup sehat.
"Selama ini masyarakat mengira, stunting (pendek) itu keturunan, padahal bukan. Ini bisa dicegah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia," kata Anung.
Permasalahan gizi buruk tersebut berdampak terhadap kualitas Sumber Daya Manuasia (SDM) seperti kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah, pendek, kurus, dan gemuk. Pada tahap lebih lanjut, anak yang kurang gizi akan mengalami hambatan kognitif dan kegagalan pendidikan yang mengakibatkan rendahnya produktivitas. Kurang gizi juga berujung pada kejadiaan diabetes tipe II, stroke, penyakit jantung dan lainnya pada usia dewasa.
Upaya perbaikan gizi tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa tujuan perbaikan gizi adalah meningkatnya mutu gizi perseorangan dan masyarakat melalui; (a) perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang; (b) perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan; (c) peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan (d) peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Juga melalui Peraturan Presiden No 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang fokus pada 1000 Hari pertama Kehidupan.
(bag)