Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Pahala Nainggolan, mengatakan harta Wakil Ketua DPR Fadli Zon belum bisa dilihat publik, meskipun datanya telah diterima pihak lembaga antirasuah.
"KPK sudah terima laporannya tahun 2014 tapi sekarang sedang diproses ke tambahan berita negara. Kalau sudah keluar, baru bisa diunggah," kata Pahala ketika dikonfirmasi, di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (18/3).
Pada tahun tersebut, Fadli berhasil melenggang ke Senayan. Pada awal masa sidang, ia didaulat menjadi Wakil Ketua DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pahala memaparkan, proses menautkan laporan harta pejabat negara ke tambahan berita negara harus dilakukan sebelum publik dapat mengaksesnya melalui laman Antocorruption Clearing House, acch.kpk.go.id.
Hal serupa juga terjadi dengan harta milik Ketua DPR, Ade Komaruddin. Politikus Golkar yang akrab disapa Akom ini tercatat memperbaharui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya pada Juli 2010.
Namun, ketika ditilik ke laman resmi KPK, LHKPN terbaru milik Ade tidak dapat ditemukan. LHKPN politikus Partai Golkar itu tercatat diperbarui 15 tahun silam.
Merujuk data KPK per tanggal 17 Maret 2016, sebanyak 72,69 persen atau 9.760 pejabat legislatif belum melaporkan hartanya.
Sementara itu, sebanyak 64.275 atau sekitar 28,84 persen legislator belum menyerahkan LHKPN. Untuk pejabat yudikatif, sebanyak 1.547 belum menyerahkan daftar harta kekayaannya. Hal serupa dilakukan oleh 5.475 pejabat BUMN dan BUMD.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, program LHKPN online yang digagas lembaganya akan mulai berjalan akhir tahun ini. Para pejabat yang diwajibkan melapor dapat mengisi data harta miliknya dari rumah.
"LHKPN online akan mulai paling tidak akhir tahun ini atau awal tahun depan," kata Saut ketika dihubungi, siang tadi.
Wakil Ketua KPK lainnya, Laode Syarif berkata, formulir LHKPN akan disederhanakan agar mudah diisi oleh para wajib lapor. "Bisa diisi sendiri di rumah oleh wajib lapor dan KPK akan menyediakan helpdesk bagi wajib lapor," kata Laode.
Pakar hukum pidana ini menambahkan, bukti-bukti dari LHKPN bisa diunggah langsung oleh para pejabat. Selanjutnya, staf lembaga antirasuah akan memverifikasi jika ditemukan kejanggalan.
"Setelah diupload, staf KPK akan melakukan proses verifikasi jika ditemukan beberapa kejanggalan," katanya.
Laode berharap dengan program ini maka pejabat tak lagi bisa mangkir menunaikan kewajibannya seperti tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
(abm)