Polri Sebut AS Buktikan Ancaman Santoso Skala Internasional
Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Rabu, 23 Mar 2016 13:22 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Mabes Polri menyebut pemerintah Amerika Serikat memasukkan Santoso ke dalam daftar teroris berdasarkan inisiatif sendiri. (Jupiterimages/Thinkstock CNNIndonesia GettyImages)
Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Polri menyebut pemerintah Amerika Serikat memasukkan Santoso ke dalam daftar teroris berdasarkan inisiatif sendiri.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Anton Charliyan, Rabu (23/3), mengatakan Polri tidak mengusulkan nama pemimpin Mujahidin Indonesia Timur itu untuk dimasukkan ke dalam daftar teroris Abang Sam.
Karena itu, menurut Anton, penetapan Santoso sebagai teroris di Amerika Serikat membuktikan ancamannya sudah berskala internasional. "Buktinya di tempat Santoso (Poso, Sulawesi Tengah) ada warga asing dari Uighur. Selain itu ada pendanaan juga dari ISIS," kata Anton saat ditemui CNNIndonesia.com di kantornya, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Santoso memang sudah lama disebut polisi sudah berafiliasi kepada ISIS atau Negara Islam Irak dan Suriah. Hal itu juga nampak dalam video ancaman Santoso terhadap istana negara yang menyertakan bendera hitam khas ISIS.
Video tersebut diunggah oleh akun Facebook bernama Bahrun Naim Anggih Tamtomo, akhir 2015 lalu. Bahrun diyakini Polri berada di Suriah, menjadi petinggi ISIS yang mengotaki serangan teror di Thamrin, Jakarta, sebulan setelahnya.
Anton mengatakan pemerintah Indonesia, termasuk Polri, memang bekerjasama dalam pertukaran informasi dengan Amerika Serikat dalam penanggulangan terorisme. Karena itu, kata Anton, wajar saja jika Amerika Serikat memasukkan nama Santoso ke dalam daftar teroris.
"Mungkin mereka punya data sendiri. Karena terorisme ini kan kejahatan internasional," ujarnya.
Penetapan status ini, kata Anton, adalah kewenangan masing-masing negara. Karena itu, tidak mungkin Polri meminta Amerika untuk menetapkan Santoso sebagai terduga teroris.
Kementerian Luar Negeri AS menyatakan Santoso dimasukkan dalam daftar Specially Designated Global Terrorists (SDGT). Semua orang yang masuk dalam SDGT akan dibekukan asetnya di AS. Selain itu, AS melarang warganya untuk berhubungan dengan orang-orang dalam daftar ini serta memberikan mandat bagi aparat untuk melakukan tindakan hukum.
"Sebagai hasil dari penetapan ini, semua properti dalam yurisdiksi AS yang memiliki kepentingan dengan Santoso diblokir dan warga AS secara umum dilarang bertransaksi dengan Santoso," bunyi pernyataan Kemlu AS.
Saat ini Santoso sendiri belum berhasil ditangkap dan masih bersembunyi di Pegunungan Biru, Poso, Sulawesi Tengah. Pria yang diduga bertanggung jawab atas serangkaian serangan teroris itu kini diburu lewat operasi bersandi Tinombala, setelah operasi Camar Maleo yang digelar sepanjang 2015 gagal menangkapnya.
Tak Butuh Bantuan Asing
Meski belum juga berhasil menangkap Santoso, Anton mengatakan Polri tidak berencana meminta bantuan pasukan Amerika Serikat yang sudah mengakui ancaman si teroris.
Buktinya, kata dia, petugas belakangan terus menerus terlibat dalam baku tembak dengan kelompok Santoso. "Bantuan pasukan tidak, karena kita masih mampu.
Kerjasama cukup pertukaran data saja, kalau bisa masalah bangsa dan negara kita selesaikan sendiri," kata Anton. Dia mengatakan keberhasilan menangkap Santoso hanya soal waktu. Kini, kata Anton, teroris berjulukan Pak Bos itu sudah terdesak di pegunungan yang bermedan berat. "Orang luar negeri malah tidak akan mampu dihadapkan medan berat seperti ini," kata Anton. (bag)