Ricuh Rutan Dinilai Bom Waktu Kondisi Penjara di Indonesia

Bagus Wijanarko | CNN Indonesia
Minggu, 27 Mar 2016 20:21 WIB
Institute Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong pemerintah melakukan evaluasi serius atas kebijakan pemidanaan di Indonesia.
Institute Criminal Justice Reform (ICJR) melihat kerusuhan di LP Bengkulu sebagai bom waktu kondisi penjara di Indonesia (Dok. Ditjen Lapas Kemenkumham)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Institute Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono mengatakan kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Bengkulu harus dicermati betul otoritas hukum di Indonesia. Ia melihat kerusuhan tersebut sudah berada dalam situasi yang mengkhawatirkan.

Kerusuhan di LP Bengkulu merenggut nyawa lima orang. Menurut ICJR, masalah klasik kelebihan kapasitas warga binaan di sebagian besar Lapas di Indonesia sudah dalam kondisi akut. “Jadi terobosan apapun seperti moratorium penerimaan PNS khusus LP harus ditinjau ulang bisa menjadi salah satu jalan keluar,” kata Supriyadi kepada CNN Indonesia.com, Ahad (27/3).

Hasil pemantauan ICJR, jumlah penghuni penjara meningkat dua kali lipat dari 71.500 pada tahun 2004 menjadi 144 ribu (2011). Situasi ini menurut Supriyadi ironis. Alasannya, jumlah penjara hanya bertambah kurang dari dua persen. Sebarannya, menurut Sistem Database Pemasyarakatan (SDB) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), terdapat 178.063 penghuni yang tersebar di 477 Lapas atau Rutan. “34% dari jumlah tersebut adalah tahanan pra-persidangan,” sebut ICJR.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meledaknya jumlah warga binaan menurut ICJR disebabkan beberapa faktor. Beberapa di antaranya adalah kondisi internal Lapas yang mencakup infrastruktur dan sumber daya manusia pengamanan di Lapas yang secara umum juga minim. Fasilitas lapas juga masih menjadi kendala serius, jumlah dukungan negara terhadap jumlah narapidana makin bengkak karena overkapasitas. Kepadatan jumlah penghuni yang mengganggu kemampuan Lapas dalam menjamin keamanan dan perlindungan serta layanan rehabilitasi sosial.

Rasio jumlah petugas jaga terhadap penghuni sangat rendah sekali. Hal ini menyebabkan pengelolaan Lapas menghadapi tantangan yang cukup serius dalam bentuk meningkatnya tingkat kekerasan, risiko tindakan kriminal di dalam Lapas, termasuk pembentukan kelompok-kelompok di antara penghuni. “Oleh karena itulah situasi keamanan Lapas gampang disulut kerusuhan,” tulis ICJR.
 
Hal ini di perparah kondisi kebijakan kriminal Indonesia yang secara aktif mendorong penghukuman penjara sebaga satu-satunya jalan bagi rehabiltasi pelaku. Mahkamah Agung melalui Peraturan Mahkamah Agung(PERMA) Nomor 2/2012, menaikkan batas minimal tindak pidana ringan dari Rp 250 menjadi Rp 2.500.000.

Tujuan utama dari peraturan ini adalah mengurangi jumlah tahanan. Namun pada saat yang sama, kebijakan “keras terhadap kejahatan” diterapkan oleh pemerintah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Kepolisian atas nama keamanan dan ketertiban masyarakat.
 
Melihat situasi ini, ICJR mendorong pemerintah melakukan evaluasi serius atas kebijakan pemidanaan di Indonesia. “Khususnya mengantisipasi kelebihan jumlah warga binaan di dalam Lapas,” sebut ICJR.
(bag)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER