Polri Sebut Teroris Santoso Ingin Tiru Pemberontakan Moro

Rinaldy Sofwan Fakhrana | CNN Indonesia
Senin, 28 Mar 2016 16:14 WIB
Markas Besar Polri menyebut pimpinan Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah, berniat untuk membuat pemberontakan di Poso, Sulawesi Tengah.
Roket penghancur ditembakkan dalam Latihan Pertempuran di sekitar Pegunungan Biru Tamanjeka yang disinyalir jadi basis persembunyian kelompok sipil bersenjata yang selama ini meresahkan Poso. (ANTARA/Zainuddin MN)
Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Polri menyebut pimpinan Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah, berniat untuk membuat pemberontakan di Poso, Sulawesi Tengah, seperti bangsa Moro di Filipina.
 
"Memang salah satu program (Santoso), Poso mau dijadikan semacam Moro, dijadikan pusat pergerakan ISIS di Asia," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Anton Charliyan di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (28/3).
 
Pemberontakan Moro berawal dari kesenjangan ekonomi antara penganut Islam dan Kristen di Filipina pada media 1950-an. Sebagian muslim di negara itu menyebut diri bangsa Moro. Mereka bertekad untuk merdeka.
 
Gerakan separatis diwadahi organisasi Moro National Liberation Front (MNLF). Dalam perjalanannya, MNLF menjadi cikal bakal terbentuknya banyak kelompok lain seperti MILF, BIFF, dan Abu Sayyaf.
 
Abu Sayyaf, yang merupakan kelompok sempalan MNLF, menyatakan berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah alias ISIS sejak 2014. Sementara itu, Ansar Khalifah Philippine telah mendeklarasikan akan membangun khilafah ISIS di Asia Tenggara.
 
Polri, kata Anton, sudah mendapatkan dokumen yang membuktikan niatan tersebut. Oleh karena itu Polri melakukan operasi besar-besaran untuk memburu kelompok teror tersebut.
 
"Jangan sampai Poso seperti Moro. Makanya operasi terus dilakukan sampai dapat (menangkap Santoso)," kata Anton.
 
Hal tersebut berkaitan dengan keberadaan warga asing beretnis Uighur yang bergabung dengan teroris di Poso. Menurut Anton, diduga kuat teroris hendak menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat pelatihan teroris internasional.
 
Hal ini juga diduga menjadi salah satu dasar Amerika Serikat memasukkan Santoso ke dalam daftar terorisnya. Anton menyebut hal ini menjadi bukti ancaman Santoso sudah berskala internasional.
Empat orang bangsa Uighur yang bergabung dengan kelompok Santoso sudah ditangkap dan dua orang lainnya tewas dalam baku tembak. Sumber CNNIndonesia.com yang berkecimpung di bidang antiterorisme menyebut setidaknya ada satu orang lagi bangsa Uighur yang masih berada di antara teroris Santoso.
 
Sementara itu, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan bangsa Uighur di Poso sudah diketahui turut angkat senjata dan membantu teroris berperang. Tak hanya itu, kata Badrodin, kelompok teroris Santoso berkaitan dengan jaringan Filipina, Malaysia, bahkan Suriah.
 
"Jangan beranggapan Uighur saja. Jaringan itu cukup luas," ujar Badrodin.
 
Kelompok tersebut juga disebut "berkomunikasi intensif" dengan jaringan teroris di Suriah.
 
"Memang di Suriah ada perwakilan orang, figur, yang bisa men-deploy (mengerahkan) ke mana dia (teroris) ditempatkan. Itu jaringannya sudah ada," kata Badrodin.

Sebagai langkah antisipasi, Kepolisian memperketat penjagaan di tempat-tempat yang diduga menjadi pintu masuk warga asing ke Poso secara ilegal. Polri juga bekerja sama dengan aparat negara-negara tetangga, termasuk Malaysia.
 
"Kita tahu orang Uighur di Malaysia juga banyak, ribuan di sana. Itu tidak tahu apakah mereka termasuk kelompok garis keras atau bukan," kata Badrodin.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat memasukkan Santoso ke dalam daftar Specially Designated Global Terrorists (SDGT). Semua orang yang masuk dalam SDGT akan dibekukan asetnya di AS.
 
Selain itu, AS melarang warganya untuk berhubungan dengan orang-orang yang masuk dalam daftar itu, serta memberikan mandat bagi aparatnya untuk melakukan tindakan hukum terhadap orang-orang tersebut.

"Sebagai hasil dari penetapan ini, semua properti dalam yurisdiksi AS yang memiliki kepentingan dengan Santoso diblokir, dan warga AS secara umum dilarang bertransaksi dengan Santoso," demikian bunyi pernyataan Kemlu AS.
Saat ini Santoso sendiri belum berhasil ditangkap dan masih bersembunyi di Pegunungan Biru, Poso, Sulawesi Tengah. Pria yang diduga bertanggung jawab atas serangkaian serangan teroris itu kini diburu lewat operasi bersandi Tinombala, setelah operasi Camar Maleo yang digelar sepanjang 2015 gagal menangkapnya.


ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER