BNN Ringkus Jaringan Narkotik yang Libatkan Napi dan Sipir

Resty Armenia | CNN Indonesia
Senin, 28 Mar 2016 18:40 WIB
Tim Badan Narkotika Nasional membongkar tiga jaringan narkotik yang dikendalikan narapidana yang mendekam di tiga lapas berbeda.
Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso menyampaikan bahwa kerusuhan yang terjadi di rumah tahanan Bengkulu telah direncanakan oleh sejumlah narapidana kasus narkoba. (CNN Indonesia/Resty Armenia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso menyampaikan timnya berhasil membongkar tiga jaringan narkotik yang dikendalikan oleh para narapidana yang mendekam di tiga lapas berbeda. Selain narapidana, jaringan-jaringan tersebut juga melibatkan oknum sipir dan residivis.

Budi menuturkan, BNN mengamankan dua jaringan sindikat yang melibatkan residivis. Pengungkapan ini diawali dengan adanya informasi tentang adanya transaksi mencurigakan di Surabaya. Dari hasil pengungkapan ini, BNN berhasil mengamankan delapan tersangka dengan total barang bukti sabu seberat 1.377 gram dan ekstasi sebanyak 9.985 butir.

Kasus pertama, papar Budi, berawal pada 14 Maret 2016, kala petugas BNN memantau gerak-gerik seseorang yang mencurigakan di daerah Banyu Urip, Surabaya. Selanjutnya, petugas melakukan penangkapan terhadap pria bernama Muhammad Sahri tersebut. Dari tangan Sahri, petugas menyita 98 gram sabu yang ia simpan di dalam kantong kresek hitam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari hasil pemeriksaan, MS merupakan seorang sipir di sebuah lapas di Jawa Timur. Kepada petugas, MS mengaku mendapatkan perintah dari dua orang napi, masing-masing berinisial MUH dan BAK. Petugas kini melakukan pengembangan kasus untuk mengamankan para pengendalinya," ujar Budi di Kantor BNN, Jakarta Timur, Senin (28/3).

Sementara kasus kedua, ucap Budi, mulanya terbongkar pada14 Maret 2016, saat petugas BNN melakukan pemantauan terhadap seorang penumpang kereta yang gelagatnya mencurigakan. Petugas selanjutnya melakukan penangkapan terhadap pria pengangguran bernama Bagus Widodo ini.

Budi bercerita, di TKP, petugas berhasil menyita sabu seberat 306 gram yang dikemas dalam tiga bungkus kertas warna cokelat. Sabu tersebut disimpan dalam saku jaket BW dan diletalkan di bagasi atas penumpang di gerbong nomor 4 kursi 8A.

"Kepada petugas, BW mengaku diperintah oleh seorang napi berinisial BSN yang kini berada di sebuah lapas di Jawa Tengah. Petugas melakukan pengembangan dan mengamankan BSN untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari napi tersebut, petugas juga menyita ponsel dan penguat sinyal," katanya.

Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu mengungkapkan, kasus ketiga terkuak setelah BNN berhasil mengamankan seorang pria paruh baya bernama Tijah Kee Nam di daerah Pakal, Surabaya karena terlibat transaksi narkotik jenis sabu seberat 48 gram pada 14 Maret 2016. Tijah ditangkap usai mengambil sabu dalam bungkus rokok di sebuah tempat.

"Menurut pengakuan TKN, dirinya diperintah oleh seorang napi berinisial AS yang kini sedang mendekam di sebuah lapas di Jawa Timur. Petugas BNN kini masih melakukan pengembangan untuk menangkap pengendalinya," ujarnya.

Dalam kasus keempat, tutur Budi, BNN mengamankan tersangka berinisial SN, seorang residivis yang sudah keluar masuk penjara karena terlibat peredaran 925 gram sabu. "Ia ditangkap di rumahnya beserta istrinya, CDA, pada 12 Maret 2016 di daerah Bojong Raya, Depok. Saat diamankan di rumahnya, petugas menyita sabu seberat 925 gram," katanya.

Sedangkan kasus terakhir, ujar Budi, terungkap saat seorang eks napi berinisial AZ diamankan pada 24 Maret 2016 di Jalan Tol Exit Tomang, Jakarta Barat karena membawa ekstasi sebanyak 9.985 butir dengan berat total bruto 2.881,2 gram.

Budi menjelaskan, menurut keterangan AZ, ekstasi tersebut akan diserahkan pada seseorang di Jakarta Pusat. Petugas pun melakukan pengembangan kasus dan berhasil mengamankan rekannya, AL, usai transaksi di sebuah area parkir mall di Jakarta Pusat.

"Dengan terbongkarnya kasus di atas, menjadi salah satu indikator kuat bahwa peredaran narkotik di balik jeruji besi masih marak. Selain itu, dari kasus di atas juga mengindikasikan masih ada residivis yang tidak bosam untuk mengulang kejahatannya," ujar Budi.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2), Pasal 112 ayat (2) jo pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotik, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup. (sip)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER