Teroris Kubu Santoso Merasa Tertipu Pergi ke Poso

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Rabu, 30 Mar 2016 20:08 WIB
Terdakwa kasus terorisme Fajriansyah mengaku tidak menemukan adanya pembantaian seperti kabar yang dia dapat sebelum pergi ke Poso.
Ilustrasi teroris. (Thinkstock/ismagilov)
Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus terorisme Fajriansyah merasa ditipu berangkat ke Poso, Sulawesi Tengah. Niatnya pergi ke Poso tidak terbayar. Dia telanjur meninggalkan tempat tinggalnya di Bima, Nusa Tenggara Timur.

Saat menyampaikan kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Fajriansyah menjelaskan alasan pergi ke Poso, basis kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso yang hingga kini masih diburu pemerintah.

"Di sana (Poso) kabarnya kaum Muslim dibantai oleh orang Nasrani," kata Fajriansyah kepada majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (30/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hakim Ketua Tirolan Nainggolan kemudian menanyakan soal kenyataan di Poso yang Fajriansyah temui. "Ketika kamu di sana, memang ada pembantaian?" tanya Tirolan.

Fajriansyah menjawab, "Ketika saya ke sana tidak ada (pembantaian)."

Lelaki 29 tahun itu pun bergabung dengan kelompok Santoso di Tamanjeka, Poso. Lokasinya berada di atas gunung. "Perjalanan empat jam dari bawah ke atas," kata Fajriansyah.

Di sana dia mengikuti pelatihan militer. Santoso mengajari langsung cara menembak, sementara Daeng Koro melatihnya merakit bom. Sedikitnya ada 20 orang yang mengikuti pelatihan saat itu.  

"Pelatihan jadi satu, dari kelompok Santoso dan Daeng Koro. Di sana Santoso juga menyampaikan tentang jihad," ujarnya.

Fajriansyah mengatakan, tujuan berdirinya kelompok Mujahidin Indonesia Timur untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia. Caranya, kata Fajriansyah, berperang dengan pemerintah.

"Mereka dilatih untuk persiapan perang," ujar anggota MIT itu.

Dia menjelaskan, bom rakitan yang diajarkan di kamp dibuat dari bahan urea, bensin, asam nitrat, paku, lem fox, gotri atau besi berbentuk bulat. Bahan-bahan tersebut dibungkus pipa paralon yang kemudian disebut bom lontong.

"Bom belum aktif karena belum ada detinatornya. Kalau sudah ada, siap digunakan. Santoso yang buat detinatornya," kata Fajriansyah yang mengaku anak buah Santoso.

Fajriansyah dicokok Densus 88 di sebuah rumah kos di belakang kampus Mandala Waluya, Kota Kendari, pada 15 Agustus 2015. Dia duga ahli merakit bom di antara kelompok Santoso. (gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER