Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Harian Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yuyuk Andrati menyatakan, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja sempat bersembunyi di kantornya usai ditetapkan sebagai tersangka.
Ariesman dijadikan tersangka oleh KPK dalam perkara suap pembahasan Raperda Pantai Provinsi DKI Jakarta. Ia diduga menjadi inisiator suap untuk anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi.
"Sebelumnya dia bersembunyi di kantornya. Tapi sempat berpindah di Jakarta Barat," kata Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4).
Yuyuk mengaku, penyidik sebelumnya telah mencari Ariesman di beberapa lokasi, termasuk di kantor PT Agung Podomoro Land. Namun, karena tidak menemukan Ariesman, KPK sempat menyatakan Ariesman akan masukan ke dalam daftar buron.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuyuk tidak bisa menjelaskan alasan Ariesman sempat bersembunyi usai ditetapkan sebagai tersangka. Ia menyebut, Ariesman langsung menjalani pemeriksaan usai menyerahkan diri dan rencananya akan langsung ditahan.
"Sekarang langsung diperiksa oleh penyidik dan nanti akan ditahan. Belum tahu di ruang mana dia ditahan," ujarnya.
Sementara itu, Yuyuk menyampaikan penyidik KPK baru menyita satu buah telepon genggam milik Ariesman. Ia mengaku, penyidik belum memeriksa tas yang dibawa oleh Ariesman saat menyerahkan diri ke Gedung KPK.
"Ini sedang diperiksa. Tapi barangnya sudah ada di penyidik," ujar Yuyuk.
Yuyuk juga menjelaskan, Ariesman menyerahkan diri ke KPK dengan didampingi oleh kuasa hukumnya, setelah sebelumnya menghubungi penyidik KPK.
KPK menetapkan Ariesman sebagai tersangka lantaran menjadi insiator penyuap anggota Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi. Suap terhadap Sanusi dilakukan agar PT Agung Podomoro Land bisa mempengaruhi proses pembahasan dua Raperda yang akan dibahas oleh komisinya.
Raperda pertama tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Jakarta tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai di Jakarta Utara.
Ariesman disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(sur)