Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah dua orang saksi dalam kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja kepada Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Kepala Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkum HAM Heru Santoso mengatakan kedua orang yang dicekal merupakan pegawai swasta.
"Yang dicegah atas nama GP dan BK. Keduanya adalah karyawan swasta," ujar Heru dalam pesan singkat kepada media, Rabu (6/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru mengatakan pencegahan terhadap kedua orang tersebut berlaku hingga enam bulan ke depan.
"Sudah terproses dan aktif per 4 April 2016, sesuai dengan surat permohonan KPK," ujarnya.
Informasi yang dihimpun, kedua orang yang dicegah berpergian ke luar negeri oleh KPK adalah karyawan PT APL bermama Geri dan Berlian. Mereka ikut diamankan dalam operasi tangkap tangan yang kemudian dilepaskan usai pemeriksaan intensif selama 1x24 jam.
Sebelum Geri dan Berlian, KPK juga telah lebih dahulu mencegah Ariesman yang kini sudah ditahan, serta pemilik PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan atas statusnya sebagai saksi dalam perkara tersebut.
Hingga kini telah ada tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, di antaranya Sanusi, Ariesman, dan karyawan PT APL selaku perantara suap bernama Trinanda Prihantoro usai melakukan operasi tangkap tangan di sebuah mal di kawasan Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu.
KPK menyita uang sebanyak Rp1,14 miliar dalam OTT tersebut.
Fulus diduga melicinkan PT APL untuk mempengaruhi proses pembahasan dua Rancangan Perda yang akan dibahas Sanusi, yakni Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Jakarta tahun 2015-2035, serta Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai di Jakarta Utara.
Sanusi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sementara Ariesman dan Trinanda dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(gil)