Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Polri telah menerima permohonan
red notice atau permintaan penangkapan internasional dari Kejaksaan Agung untuk menangkap Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia La Nyalla Mattalitti.
"Suratnya sudah kami terima tapi ada beberapa syarat yang masih belum terpenuhi," kata Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Ketut Untung Yoga saat dihubungi, Rabu (6/4).
La Nyalla saat ini berstatus tersangka atas kasus dugaan penyalahgunaan hibah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Jawa Timur. Dia kini diduga berada di Singapura.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untung mengatakan pihaknya masih akan terus berkoordinasi dengan Kejagung untuk melengkapi syarat-syarat yang tidak bisa dia ungkapkan kepada publik.
Jika nanti syarat tersebut sudah dipenuhi, maka Polri akan meneruskan permohonan tersebut ke Markas Pusat Kepolisian Internasional atau Interpol di Lyon, Perancis.
"Berapa lama prosesnya tergantung Lyon," kata Untung.
Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Jawa Timur menetapkan mantan petinggi Kamar Dagang Indonesia itu sebagai tersangka pada 16 Maret lalu.
La Nyalla diduga menyalahgunakan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada 2012 senilai Rp5,3 milliar untuk membeli saham perdana Bank Jatim.
Satu hari sebelum penangkapan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, La Nyalla pergi ke Malaysia dan akhirnya pindah ke Singapura.
Kejaksaan menyebutkan dari hasil penjualan saham penawaran umum perdana (Initial Public Offering) Bank Jatim pada 2013, La Nyalla memperoleh sekitar Rp1,1 miliar.
"Itu kan duit negara kalau mendapatkan keuntungan ya harus disetorkan ke negara," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Romy Ariezyanto dihubungi CNNIndonesia.com.
Menurut Romy, kejaksaan juga memegang bukti data aliran penggunaan dana hibah Kadin. Di antaranya, dana dari rekening Kadin masuk ke rekening La Nyalla sebesar Rp5,3 miliar yang digunakan untuk membeli IPO saham Bank Jatim pada 2012.
Saham Bank Jatim itu kemudian dijual pada 2013 dan diperoleh keuntungan Rp1,1 miliar. "Uang tak dikembalikan ke negara, diduga untuk kepentingan pribadi," kata Romy.
(gil)